Sabtu, 24 Juli 2021

Binatang Ternak

Apa yang membedakan binatang ternak dan binatang liar? Mengapa ada binatang ternak? Salahkah manusia jika beternak binatang? Dan mengapa al-qur’an menyamakan manusia yang tidak bersyukur dengan binatang ternak? Di bencana plandemi ini siapa2-kah yang merupakan binatang ternak?

(ilustrasi dari film "The Herd")


Sebelum menjawab pertanyaan2 di atas, ada baiknya kita mundur atau turun ke hal2 prinsip. Al-faatihah disebut juga induk al-qur’an, maknanya adalah pembuka.

Dan sebelum membahas kembali al-faatihah, sebaiknya kita tengok dulu sejarah, keberadaan beberapa manusia bijak, para nabi ini.


Para Nabi

Sebelum lahirnya Muhammad bin Abdullah yang menjadi media diwahyukannya al-qur’an, sudah ada Socrates 969 tahun sebelumnya. Dan sebelum ada Socrates (dengan pesan bijaknya “know thyself” atau “kenalilah dirimu”), 130 tahun sebelum lahirnya Socrates, sudah ada Lao Tzu yang pemikirannya atau kesadaran tertingginya membuahkan filsafat Tao dan menjadi kitab yang disebut “Tao te Ching”, tertulis dalam aksara China kuno dalam gaya bahasa metafor dan paradoks, sekarang berusia lebih 2500 tahun. Filsafat Tao mendasari filsafat Confucius yang menjadi “agama” asli bangsa China dan Korea. Inti dari filsafat Tao adalah: kenalilah dirimu, belajarlah merasakan dunia di sekitarmu secara langsung, dan renungkanlah kesanmu secara mendalam.

Socrates tidak belajar dari Lao Tzu, beliau tidak pernah sekolah dan butahuruf. Muhammad bin Abdullah juga tidak belajar dari Socrates apalagi dari Lao Tzu, beliau juga tidak pernah belajar di sekolah dan seumur hidupnya butahuruf. Ayat pertama yang diwahyukan Allah kepada Muhammad, atau dengan kata lain, kata pertama yang muncul pada kesadaran tertingginya adalah iqra’, selengkapnya dalam satu ayat, bacalah dengan sifat tuhanmu yang menciptakan. Ada tiga kata iqra’ yang muncul di sepanjang hidup kenabian dan kerasulan Muhammad, hal ini pernah aku bahas di SISTEM. Dua iqra’ berukutnya mengukuhkan pentingnya manusia mengenali dirinya. Ada 114 surah yang mencakup 6235 ayat dalam kitab suci al-qur’an. Kitab suci umat Islam ini menggunakan huruf2 hijaiyah yang digunakan dalam bahasa Arab, dan juga tersusun dalam gaya bahasa metafor dan paradoks.

Dua surah yang mengandung kata iqra’ bukanlah di posisi surah pembuka dalam al-qur’an. Adalah surah al-faatihah sebagai surah di posisi awal al-qur’an, dengan tujuh ayat, termasuk ayat

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

(bismillahirrahmanirrahiim) sebagai ayat pertama. 

Ayat kedua berbunyi 

اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْ

(alhamdulillahi rabb al aalamiin)

Ayat kedua ini sering sekali digunakan oleh umat Islam jika merasa mendapatkan rezeki, sering disingkat juga dengan hanya mengucapkan Alhamdulillah, yang dianggap sama dengan ucapan "terimakasih ya Allah", atau "puji syukur Tuhan" dalam agama Nasrani, atau "astungkaradalam agama Hindu. Padahal, maknanya tidak sesederhana itu.

 

Kesamaan makna inti ajaran Tao dan al-Faatihah

Di kajian makrifat, barulah juga aku terbuka tentang makna ayat kedua al-Faatihah ini. kata "alhamdulillah" jika dibedah, menjadi al-hamdu-li-allah. yang meng-hamdu bagi Allah. Makna hamdu ini apa sih? Ternyata jika ditarik akarnya adalah tiga huruf yaitu ه (haa), م (mim) dan د (dal). Huruf ه (haa) adalah simbol pendengaran, huruf م (mim) adalah simbol penglihatan. dan huruf د (dal) adalah simbol keikhlashan (baca: integritas), bukankah surah al-ikhlash disebut juga surah delima? Ya, ini maksuknya mirip bunyi kata “dalima” karena ada 5 dal dalam surah al-ikhlash. Huruf dal juga adalah simbol berfikir, peran fu’ad, otak kecil atau cerebellum di kepala manusia.

Ada tujuh surah berturut-turut yang diawali dengan ayat hanya berisi dua huruf, haa dan miim. Ketujuh surah ini adalah surah ke-40 hingga surah ke-46. Tujuh surah حٰمٓ‌ (Haa-miim) sebelum surah ke-47, surah Muhammad. Seolah memberi makna tersirat bahwa untuk menjadi seorang muhammad, pahami dan jadikan pesan2 inti dalam surah2 Haa-Miim sebagai karakter diri. Pada intinya, ketujuh surah itu tentang bagaimana memfungsikan indera dan anggota tubuh kita, yaitu telinga, mata, hidung, mulut, tangan, kaki dan seluruh tubuh (kulit) sebagai alat atau perangkat yang membuat diri dapat berperan sebagai rabb al ‘aalamiin, sebagai pemelihara dan pelestari alam. Jadi muhammad adalah manusia yang mampu meng-hamdu-kan dirinya guna memelihara dan melestarikan alam. Jadi siapapun, manusia manapun punya potensi untuk menjadi seorang muhammad.

Sebenarnya, pesan di ayat kedua al-Faatihah adalah inti ajaran Tao. Coba perhatikan kembali:

“kenalilah dirimu, belajarlah merasakan dunia di sekitarmu secara langsung, dan renungkanlah kesanmu secara mendalam.”

dan

اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْ

dengan pemaknaan sesuai uraian di atas, menjadi: “(aku/kami) meng-hamdu-kan diri karena Allah (dengan berperan sebagai) rabb al ‘aalamin.”

Allah bersemayam di qalbu orang2 yang beriman. Artinya, Allah, Sang Keberadaan atau apapun sebutannya secara konkritnya berupa qalbu yang hidup, hidup sebagai penjaga konteks Cinta Kasih Universal. Qalbu pada fisik atau dzahir kita adalah hypothalamus, area di tengah2 shudur atau otak besar (cerebrum).

rabb al ‘aalamiin bermakna pemelihara dan pelestari alam. Alam ada tiga, yaitu alam diri, alam sekitar dan alam semesta. 

“kenalilah dirimu” adalah pesan untuk mengenali alam diri kita, seluruh sistem pada tubuh, baik tubuh fisik maupun tubuh metafisik, atau selengkapnya, fisik, mental, spiritual dan metafisik.

 “belajarlah merasakan dunia di sekitarmu secara langsung” adalah pesan untuk memfungsikan indera2 secara langsung, terutama telinga dan mata, untuk mendapatkan persepsi yang benar (tentang keindahan ilahiah alam sekitar kita). “renungkanlah kesanmu secara mendalam” adalah pesan untuk memfungsikan hati nurani (hypothalamus) dan otak kecil (cerebellum) untuk mendapatkan konsepsi yang benar tentang keindahan hidup ini. Inilah makna dan kualitas literasi yang sebenarnya.

 

Pungsu: Inti Ajaran Tao dan al-Faatihah pada Lansekap Tradisional Korea.

Inti ajaran Tao ini jugalah yang diterapkan pada akademi2 Confucius (semacam pesantren tradisional di China dan Korea) untuk melatih para calon pemimpin. Yaitu, merenungi keindahan alam sekitar dan menuliskan puisi2 dan atau melukis pemandangan alam berupa lanskap puitis. Di Korea Selatan, salah satu syarat untuk jadi pekerja atau pegawai negeri di lembaga2 pemerintahan adalah harus bisa membuat puisi tentang keindahan alam negerinya.


Geunam-Seowon (Geunam Confucian Academy)
di Kyeongsangbuk-do, Mungyeong-si, Sanbuk-myeon
dok. 19 Februari 2019


Pungsu (풍수) (風水) adalah cara mem-persepsi dan meng-konsepsi kenyataan atau realita alam yang teramati dan bagaimana menyikapi dan memfungsikannya secara tepat. Menikmati alam, terutama melalui indera pendengaran dan indera penglihatan akan mengantarkan pada persepsi yang tepat (keindahan ilahiah), cara ini disebut Gwanmul 觀物 (Gwanmul) . Selanjutnya, dengan mengapresiasi dan merenungkan persepsi itu secara mendalam, maka akan menghasilkan suatu konsepsi yang tepat, cara ini disebut 窮理 (Gungri)


Pada Pungsu, tempat2 tertentu memiliki “nafas kehidupan” (ki) () (“spirit baik”), dan ada tempat2 tertentu yang cocok dan menguntungkan untuk difungsikan sebagai kota, sebagai desa, sebagai rumah, ataupun sebagai kuburan.

Prinsip pertama Pungsu adalah menjaga aliran udara atau angin, dan kedua adalah menjaga ketersediaan air.

Berdasarkan Pungsu, maka konsep Barat tentang taman tidak berlaku bagi taman2 tradisional Korea yang disebut 樓亭苑 (Nujeongwon).

Dalam terminologi konsep Barat, taman adalah area yang artifisial dan dipagari untuk maksud2 keindahan dan penggunaannya. Sedangkan “ 樓亭苑 (Nujeongwon) adalah ruang luar (eksterior) yang diorganisasikan secara visual dan konseptual sebagai suatu keseluruhan, di sekitar bangunan nujeong.” Definisi ini dicetuskan pertama kali oleh Prof. Kim Sung-Kyun, untuk membedakan taman tradisional Korea dari konsep Barat tentang taman.

Elemen dasar suatu nujeongwon adalah tapak, 樓亭 (nujeong) (menara/paviliun), bentang alam dan manusia/komunitas. 樓亭苑 (Nujeongwon) lebih signifikan dengan tapaknya sendiri, hubungan antara nujeong dan ruang luar alam sekitarnya daripada bangunan 樓亭 (nujeong)-nya sendiri.

Dengan konsep Pungsu ini, taman2 tradisional Korea terjaga kelestariannya. Sekarang ini ada sekitar 3000 樓亭苑 (Nujeongwon) berusia sedikitnya 1000 tahun tersebar di seluruh Korea Selatan. Bukankah ini wujud nyata pengamalan ayat kedua al-Faatihah ? Yaitu agar manusia berperan sebagai pemelihara dan pelestari alam?


Konsep Syukur 

Banyak sarjana dan calon sarjana di pendidikan terkait al-qur'an dan agama Islam yang menulis tentang konsep syukur, namun pada umunya merujuk pada hal2 di luar diri, kekayaan harta benda, dsb. Belum aku temukan yang benar2 tepat untuk membangkitkan manusia dari ke-tidak-sadar-an atau ke-kafir-an-nya. Padahal syukur adalah lawan dari kufur, kufur juga bisa disebut salah fikir. Konsep berfikir juga dijelaskan dalam al-qur'an, ayat2 yang menggunakan kata2 berakar-kata sama saling menjelaskan satu terhadap lainnya. Sedikitnya ada tujuh kata dalam al-qur'an yang bermakna fikir.

Pada intinya, berfikir adalah proses mengolah dan mengelola data dan informasi, baik yang sudah ada dalam diri maupun yang masuk melalui panca indera. Pengolahan dan pengelolaan data dan informasi, yang benar akan menjaga konteks cinta-kasih universal atau kesatuan semesta, sehingga manusia senantiasa dapat berperan sebagai wakil tuhan, yaitu sebagai pemelihara dan pelestari alam.



Ada ayat2 yang secara eksplisit mengutip kata syukur, antara lain pada surah Al-Baqarah ayat 56, sebagai berikut:

ثُمَّ بَعَثۡنٰكُمۡ مِّنۡۢ بَعۡدِ مَوۡتِكُمۡ لَعَلَّکُمۡ تَشۡكُرُوۡنَ

terjemahannya: Kemudian, Kami membangkitkan kamu setelah kamu mati, agar kamu bersyukur.

terlepas dari terjemahan teks ayat di atas, ada frasa yang bisa kita maknai, yaitu "bangkit dari kematian". sikap syukur dan menjalani hidup dengan kesyukuran akan menjadi diri kita bangkit dari "kematian" atau ketidaksadaran, atau kekufuran dan kekafiran (baca: ketertutpan dari kebenaran).


Fungsi Pendengaran, Penglihatan dan Hati Nurani

Selain ayat2 yang secara eksplisit menjelaskan tentang konsep syukur, ada ayat yang sangat sesuai dengan kensep syukur dikaitkan dengan konsep berfikir, namun tidak menyebutkan kata "syukur", yaitu surah Al-A'raf : 179 dengan terjemahannya: 

"Dan sungguh, akan Kami isi neraka jahanam banyak dari kalangan jin dan manusia. Mereka memiliki hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami dan mereka memiliki mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat , dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengarkan. Mereka seperti hewan ternak, bahkan lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lengah."

Ayatnya tersusun sebagai berikut:



Jika dihubungkan dengan makna Idul Adha atau Idul Qurban, maka pemaknaan konsep syukur ini juga sangat bersesuaian. Ismail adalah simbol pendengaran, Ishak adalah simbol penglihatan, Ibrahim dan Adam adalah simbol otak kecil (cerebellum) yang berfungsi sebagai prosesor, fungsi berfikir, dan Hajar adalah simbol rumah atau gudang memori alias otak besar (cerebrum), dan Hawa adalah simbol hati nurani atau qalbu yang berposisi di area hypothalamus, antara kelenjar pineal dan kelenjar pituitari, di tengah2 otak besar.

Ayat di atas juga sangat bersesuaian dengan inti ajaran Tao sebagaimana kutipan di bagian awal tulisan ini. Selain juga sangat mirip dengan kutipan seorang pendidik Jepang yang pernah mendirikan dan menjalankan sekolah (Tomoe Gokuen) yang menerapkan prinsip filsafat Tao, telah menghasilkan beberapa pemimpin dunia yang hebat, yaitu Sosaku Kobayashi. Beliau mengatakan:

“having eyes, but not seeing beauty; having ears, but not hearing music; having minds, but not perceiving truth; having hearts that are never moved and therefore never set on fire. these are the things to fear.”

artinya: 

“memiliki mata, tetapi tidak melihat keindahan; memiliki telinga, tetapi tidak mendengar musik; memiliki pikiran, tetapi tidak memahami kebenaran; memiliki hati yang tidak pernah tergerak dan karenanya tidak pernah menyala. ini adalah hal-hal yang harus ditakuti.”

 

Jawaban dari pertanyaan2 di awal tulisan:

Apa yang membedakan binatang ternak dan binatang liar? 

Hewan ternak, binatang yang hidupnya dikelola oleh pihak yang akan mengambil hidupnya, diberi makanan setiap hari tapi dikekang, diikat atau dikandangkan, dan pada akhirnya dibantai. 

Binatang liar, hidup bebas di habitat aslinya, hidupnya menjadi komponen ekosistem dan penyeimbang alam dalam sistem ekologi melingkar.

Mengapa ada binatang ternak? 

Karena manusia dikaruniai potensi dan sifat paradoks. Pintar sekaligus goblok. Penyayang sekaligus pemangsa. Pemberani sekaligus penakut. Dan pada umumnya manusia diliputi rasa tidak aman, rasa ketakutan yang tidak disadari, takut tidak makan, takut tidak punya uang, takut tidak diterima atau diakui masyarakat sekitarnya, dsb.

Salahkah manusia jika beternak binatang? 

Untuk pertanyaan ini aku masih belajar, mungkin jika manusia dan hewan ternaknya bisa hidup secara mutual, tidak masalah. Misalnya beternak lebah madu. Manusia membuatkan rumah bagi lebah di pohon2 yang banyak bunga, lebah mengisap nektar bunga2 sambil membantu penyerbukan untuk bunga bisa jadi buah. Manusia dapat keuntungan berupa buah dari pohon, lebah dapat keuntungan berupa rumah dan madu yang banyak. Lebah dan manusia bisa berbagi madu. Jika manusia dapat mengambil madu dari rumah lebah tanpa pelindung diri dan tidak diserang lebah, mungkin ini tanda bahwa lebah rela membagi madunya.

Dan mengapa al-qur’an menyamakan manusia yang tidak bersyukur dengan binatang ternak? 

Karena pada umumnya hewan ternak itu adalah sekadar obyek dari penguasanya. Dengan kata lain, hewan ternak, binatang yang hidupnya dikelola oleh pihak yang akan mengambil hidupnya, diberi makan tapi dikekang, dan pada akhirnya dibantai. 

Di bencana pandemi eh plandemi ini siapa2-kah yang merupakan binatang ternak?

Mereka yang sejak sebelum bencana ini hidup tidak bersyukur, tidak memfungsikan indera dan otaknya, sehingga menjadi terbiasa salah berfikir dan mengikuti petunjuk2 yang tidak benar, yang melawan sunnatulah dan fithrah-nya sebagai manusia.


Sekian. Semoga terinspirasi.


니타성
Bali, Ahad 15 Dzulhijjah 1442

Tidak ada komentar:

Posting Komentar