Rabu, 24 Juli 2019

Hawa dan Huwa


3922 / 5000

Ketika aku masih kecil, setiap kali kumendengar kata "hawa", ada dua hal tergambar di pikiranku: udara dan Ibu Hawa, istri Adam.




Udara, karena nenek kami, Puang Ke'nang biasa menyebut udara dengan sebutan hawa. “Panas hawa-na, buka' mi jendela-na, nak…” dalam bahasa Indonesia: "(suhu) udara panas, tolong buka jendelanya, nak ...", atau "Dingingi hawa-na, nak… pake' ki kalimbu'nu, nak…” dalam bahasa Indonesia: "(suhu) udaranya dingin sekali, Nak... Pakai sarungmu sayang..."

Ibu Hawa, karena nenekku yang hobi membaca buku ini sering menceritakan kisah para nabi ... dia membaca buku-buku berhuruf latin dalam bahasa Indonesia, buku-buku berhuruf lontara' dalam bahasa Bugis, serta buku-buku berhuruf hijayyah dalam bahasa Arab, bahasa Indonesia dan bahasa Bugis. Salah satu kisah para nabi yang biasa diceritakannya adalah kisah Nabi Adam.

Tak ada kata yang berarti "terima kasih" dalam bahasa Bugis, aku hanya sering mengingat Nenek Puang Ke'nang dan mengirimkannya Cintaku berupa Al-Fatihah dari hatiku sambil membayangkan dirinya.

Saat kuliah Arsitektur di Universitas Hasanuddin, kata “hawa” kutemukan lagi dan terdengar lagi di beberapa mata kuliah, antara lain di Azas Perancangan, Dasar2 Permukiman dan Ilmu Lingkungan. Kata ini muncul pada topik Pengkondisian Alami, yaitu sebagai ungkapan "penghawaan alami" sebagai pasangan "pencahayaan alami". Terima kasih kepada dosen dan penulis literatur untuk mata kuliah ini. Al-Fatihah untuk mereka.

Saat mengkaji Al-Qur'an secara mandiri, saya melihat kata "Hawa" dan "Huwa", akar kata yang sama. Kata "Hawa" selain dimaksudkan sebagai Hawa, istri Adam, juga disandingkan dengan kata "nafs", hawa berarti sebagai daya tarik atau gravitasi. Kata "Huwa" yang diartikan sebagai Dia" mengacu pada Dia, Tuhan Yang Maha Esa. Hal ini sangat jelas dalam ayat pertama Surat al-Ikhlash: Qul Huwallahu Ahad.

قُلۡ هُوَ اللّٰهُ اَحَدٌ

Langsung mempersingkat cerita, saya menemukan catatan teman facebook, Kemal Firdaus berjudul "Hawa tercipta di dunia untuk menemani sang Adam" Saya memberikan komentar: Hawa sangat dekat dengan Huwa (Dia). Dan dia menjawab komentar: "Atau, mungkin Dia."

Pagi ini, aku bangun dari tidur, tetapi kutetap berbaring dan memejamkan mata sambil merenung. Kukembali merenungkan Hawa dan Huwa. Nafasku adalah masuk, tahan dan keluarnya udara. Jika aku berhenti bernafas selama lebih dari 5 menit, hampir pasti aku akan mati, kecuali jika aku berlatih dengan sangat disiplin, tetapi sangat kecil kemungkinan untuk bisa bertahan hidup tanpa bernafas selama lebih dari 15 menit, apalagi satu jam, pasti aku mati.

Selama ini, aku dan mungkin hampir semua orang yang percaya akan adanya tuhan, sangat yakin bahwa yang menghidupkan dan mematikan kita, hidup dan mati adalah tuhan. Jika demikian, tuhan sangat mirip dengan oksigen yang kita butuhkan untuk bernafas. Huwa sangat mirip dengan Hawa. Teringat kata-kata KaFir alias Kemal Firdaus: Mungkin, memang Dia, Bu.

Pada titik ini, aku sedikit merinding. Wow! Betapa kita tidak bersyukur jika kita mencemari udara yang kita dan manusia lain gunakan untuk kelangsungan hidup. Mencemari udara berarti menyerang tuhan. Itulah refleksiku pagi ini sebelum membuka mata. Aku kemudian beryoga, meditasi yang kuakhiri dengan menyebarkan energi cintakasihku ke semua zat dan energi di alam semesta ini, ke semua ruang dan waktu yang mengelilingi semua keberadaan-Nya, keberadaan Huwa.

Bahkan aku jadi teringat tentang kajian surah al-ikhlash. Surah ini ada di urutan ke 112, angka yang sama jumlah hari usia janin dalam kandungan ibunda ditiupkan ruh. Judul surah ini tidak termuat dalam isinya, tak ada kata ikhlash dalam surah al-ikhlash. Hanya ada dua surah yang begini, lainnya lagi yaitu surah al-faatihah. pesan apa yang ada di balik misteri ini? 

Ikhlash dari akar kata khalasha yang maknanya selesai. Sesuatu yang dilepaskan tidak perlu di-ungkit2 lagi, bunyi huruf خ (kha) sebagai simbol ikhlash dalam kehidupan kita adanya pada saat mengeluarkan dahak, dan saat sakratul maut (pada sebagian besar manusia). Huruf خ (kha) juga simbol keikhlashan Khadijah, istri dan kekasih sejati Muhammad, rasulullah. Ini makin menguatkan hubungan kemanunggalan Hawa dan Huwa.

Jadi nafas ini yang berlangsung dengan menjaga pasokan oksigen di tengah2 otak besar tak lain dan tak bukan, adalah Dia, ruh tuhan yang menghidupkan diri ini.

#renunganpagi, di Desa Bantas, Bali, 22 Dzulqaidah 1440 H

Tindakan Tindak Lanjut:

1. Mengutamakan fungsi kaki dalam setiap gerakan untuk mengangkut diri;
2. Melanjutkan penanaman pohon dan tanaman lain sebagai komponen pembersih udara dan penghasil oksigen; 
3. Tidak membakar sampah, terutama yang non-organik;
4. Tidak merokok cerutu/rokok, kecuali (untuk berjaga-jaga jika mengikuti kelompok adat setempat) yang murni/organik di ruang terbuka (aliran udara yang baik/ruang ventilasi alami), jauh dari orang lain yang tidak merokok.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar