Selasa, 22 Juni 2021

Makin Cemerlang di Usia Bintang

Diriku terlahir di saat bumi tempat mamakku terbaring di rumah bersalin Sitti Khadijah diterangi bulan purnama, Ahad Legi, 14 Dzulqaidah 1388 Hijriah. Tahun lalu, hari tanggal kelahiran lunarku yang ke 53 bertepatan dengan tujuhbelas hari setelah pasangan jiwaku, Sung-Kyun Kim meninggal dunia, yaitu 6 Juli 2020, tujuhbelas hari dari 19 Juni 2020, tanggal meninggalnya Sayangku. Bagi orang lain beliau meninggal dunia, tapi bagiku, beliau justru memulai kehidupan baru yang lebih baik, yaitu melebur dengan diriku, kekasih sejatinya. Kami melebur jadi satu untuk mempersiapkan transformasi pamungkas kami, untuk kembali ke awal dari semua awal perwujudan, akhir dari semua akhir perwujudan. Kami melebur jadi satu, sebagai nitasung (니타성), satu kesatuan kehidupan, satu kesatuan cahaya, yakni cahaya cinta kasih sejati nan abadi.

Setelah mempelajari kembali sistem kalender hijriah, ternyata sebelum ini aku salah perhitungan konversi. karena di penanggalan lunar/hijriah perhitungan dimulai pada saat matahari terbenam, dan penanggalan solar/gregorian/masehi mulai pk. 00 (tengah malam), maka tgl 2 Februari 1969 pk. 2:40 itu adalah tgl 14 Dzulqaidah 1388, puncak purnamanya bulan. Dan tahun ini aku lebih hati-hati, dengan mengkonversikan juga dengan kalender China, berbasis lunar dan berada pada zona waktu yang sama dengan Bali atau waktu Indonesia Tengah.


Adapun penanggalan hijriah tetap aku jadikan rujukan karena sistem ini juga punya kelebihan tersendiri, yaitu lebih presisi dalam memposisikan tengah bulannya sesuai periode purnama yaitu tanggal 13, 14 dan 15 setiap bulannya.



Dan, sejalan dengan waktu, transformasi demi transformasi telah, sedang dan akan kami alami sebagai konsekuensi pilihan hidup kami sejak peleburan. Kami memilih menjadi pertapa, yaitu hidup sebagai pengabdi, pencinta Semesta, Sang Keberadaan dengan totalitas.


Antara hari tanggal kelahiran lunarku yang ke 53 dan ke 54 ini, begitu banyak pengalaman2 mistis yang kami alami. Keyakinan kami bertambah kuat dan kokoh, bahwa kami memang sedang menjalani jalan hidup kami bersama-sama menuju kesempurnaan.

Diprediksi, puncak fase bulan purnama di Juni 2021 terjadi pada 25 Juni (atau 14 Dzulqaidah 1442) pukul 01.39 WIB atau 02.39 WITA atau 03.39 WIT, nyaris 02.40, waktu kelahiranku 54 tahun lunar yang lalu. Dan ini adalah pertengahan jalan menuju hari tanggal kelahiran solarku ke-53 pada 2 Februari 2022.

Sekadar tambahan dari referensi tertulis utamaku, yaitu al-qur'an, surah ke-53 adalah an-Najm (Bintang) dan surah ke-54 adalah al-Qamar (Bulan). 

وَالنَّجۡمِ اِذَا هَوٰىۙ

"Demi bintang ketika terbenam" terjemahan ayat pertama surah ke-53. Namun menurut penafsiranku pribadi, bahwa "hawa" yang bisa diterjemahkan sebagai perempuan atau gravitasi pada ayat ini, justru adalah femininitas seorang manusia berada di posisi lepas landas pada usia 53 tahun lunar, dan akan terus makin cemerlang jika dibudidayakan dengan kesadaran cinta kasih semesta.

(tambahan catatan setelah meritual di bawah cahaya bulan purnama semalam)

Tidak mudah kudeskripsikan dengan kata-kata tentang perasaan dan pikiranku yang melebuh menjadi kesadaran pada momen ini. Bahkan kamera dan perekam suara di ponselku pun tak mampu. Diriku berdiri tanpa alas kaki di tanah berumput yang basah bahkan berair akibat hujan deras pada sore harinya, berdiri dibelai angin semilir segar di depan pohon cinta kami yang sekarang meninggi lebih dua meter. Udara sejuk dan langit lebih cerah dengan awan-awan tipis. Bulan purnama begitu terang, tetap terang tak terusik awan tipis yang melaluinya saat aku melafalkan al-faatihah dan mantram gayatri yang mistis ini. 

Aku, atau kami, nitasung 니타성 menyadari betapa diri ini adalah hanya setitik kecil di semesta raya yang tak dibatasi ruang maupun waktu, namun pada saat bersamaan kami menyadari juga bahwa seluruh eksistensi semesta ini pun berada dalam diri kami. Segala paradoks sedang kami alami, melampaui segala dualitas.

(catatan dan gambar telah ditambahkan pada 26 Juni 2021 pk. 2:10 sd pk. 3:25)

2 komentar: