Aku setuju, bahwa “Ada dua pusaka Muhammad Rasulullah, yaitu Kitabullah dan Ahlulbaiti”; selanjutnya, Kitabullah akan aku tuliskan sebagai al-Qur’an, dan Ahlulbaiti, juga akan aku tuliskan sesuai bunyi tekstualnya dalam al-Qur’an, yaitu Ahl-al-Bayt. Ini disebut juga Hadits Tsaqalain (Dua Pusaka).
Namun, sebelum masuk ke pembahasan, kita
perlu menyadari suatu hal penting, yaitu:
Pernyataan di atas adalah apa yang disebut
sebagai 'hadits shahih', diriwayatkan oleh banyak perawi, baik dari kalangan Syi’ah
maupun Sunni. Jadi bukan termuat dalam al-Qur’an, apalagi secara eksplisit.
Sejak November 2000, setelah menjalani
Pendidikan dan pelatihan Tauhid, rujukan aku dalam penerimaan hal-hal yang haq,
adalah pertama al-Qur’an, kedua al-Qur’an, dan ketiga juga al-Qur’an. Artinya,
bukan ‘hadits’ yang menjelaskan al-Qur;an, tapi sebaliknya. Aku hanya menerima
suatu ‘hadits’ itu shahih jika dan hanya jika dapat dijelaskan oleh salah satu
atau beberapa ayat al-Qur’an.
Dari sikap ini, aku tentu saja tidak sulit
menerima bahwa al-Qur’an adalah pusaka Muhammad Rasulullah yang utama.
Bagaimana dengan pusaka kedua, yakni Ahl-al-Bayt ?
Setelah aku renungkan beberapa kali,
pemaknaan 'hadits shahih' ini oleh pada umumnya
umat Islam, baik Sunni maupun Syi'ah, kurang tepat, karena tidak terpusat pada
diri tiap individu.
Menurut kalangan Islam Sunni, Ahl-al-Bayt
adalah sebutan kemuliaan bagi Nabi Muhammad dan keluarga, yaitu Nabi Muhammad, semua istrinya, Fatimah, Ali
bin Abi Thalib, Hasan, Husein, dan serta seluruh keturunannya dalam garis darah (nasab), dan seluruh keturunan Bani Hasyim.
Menurut golongan Islam Syi’ah, Ahl-al-Bayt
adalah sebutan kemuliaan bagi Nabi Muhammad, Fatimah, Ali bin Abi Thalib,
Hasan, Husein, dan para imam Syi’ah yang merupakan keturunan mereka dalam garis
darah (nasab).
Sebelum membahas makna pusaka kedua ini,
kita perlu menegaskan dulu makna pusaka pertama.
Pusaka Pertama : Al-Qur’an
Jika kita mengamalkan pusaka pertama dan
utama, yaitu al-Qur'an, maka dapat berpegang pada dasarnya, disebutkan dalam al-Qur’an bahwa al-Qur'an sebagai
Kitabullah adalah 'Hudallinnãs'.
Nah, makna 'Hudallinnãs' ini kunci untuk
berpedoman pada al-Qur'an secara reflektif, terpusat pada diri individu yang membacanya.
Dalam Al-Qur'an, frasa
"Hudallinnãs" yang berarti "petunjuk bagi manusia"
disebutkan pada Surah Al-Baqarah/2:185 dan Surah Ali-Imran/3:4. Kedua ayat ini menegaskan
fungsi Al-Quran sebagai pedoman hidup yang universal dan inklusif bagi seluruh
umat manusia, bagi setiap individu, untuk mencapai kebaikan dan kebenaran di
dunia dan akhirat.
QS. Al-Baqarah/2:185
مشَهۡرُ رَمَضَانَ الَّذِىۡٓ اُنۡزِلَ فِيۡهِ
الۡقُرۡاٰنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَ بَيِّنٰتٍ مِّنَ الۡهُدٰى وَالۡفُرۡقَانِۚ فَمَنۡ
شَهِدَ مِنۡكُمُ الشَّهۡرَ فَلۡيَـصُمۡهُ ؕ وَمَنۡ کَانَ مَرِيۡضًا اَوۡ عَلٰى سَفَرٍ
فَعِدَّةٌ مِّنۡ اَيَّامٍ اُخَرَؕ يُرِيۡدُ اللّٰهُ بِکُمُ الۡيُسۡرَ وَلَا يُرِيۡدُ
بِکُمُ الۡعُسۡرَ وَلِتُکۡمِلُوا الۡعِدَّةَ وَلِتُکَبِّرُوا اللّٰهَ عَلٰى مَا هَدٰٮكُمۡ
وَلَعَلَّکُمۡ تَشۡكُرُوۡنَ
Bulan Ramadan adalah (bulan) yang di
dalamnya diturunkan Al-Qur'an, sebagai Petunjuk bagi manusia dan
penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang benar dan
yang batil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu ada di bulan itu, maka
berpuasalah. Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (dia tidak berpuasa),
maka (wajib menggantinya), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada
hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki
kesukaran bagimu. Hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan mengagungkan Allah
atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, agar kamu bersyukur.
QS. Ali Imran/3:3-4
نَزَّلَ عَلَيۡكَ الۡـكِتٰبَ بِالۡحَقِّ مُصَدِّقًا
لِّمَا بَيۡنَ يَدَيۡهِ وَاَنۡزَلَ التَّوۡرٰٮةَ وَالۡاِنۡجِيۡلَۙ
مِنۡ قَبۡلُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَاَنۡزَلَ الۡفُرۡقَانَ
ؕ اِنَّ الَّذِيۡنَ كَفَرُوۡا بِاٰيٰتِ اللّٰهِ لَهُمۡ عَذَابٌ شَدِيۡدٌ ؕ وَاللّٰهُ
عَزِيۡزٌ ذُو انۡتِقَامٍؕ
Dia menurunkan Kitab (Al-Qur'an) kepadamu
(Muhammad) yang mengandung kebenaran, membenarkan (kitab-kitab) sebelumnya, dan
menurunkan Taurat dan Injil,
Sebelumnya, sebagai Petunjuk bagi manusia,
dan Dia menurunkan Al-Furqan. Sungguh, orang-orang yang ingkar terhadap
ayat-ayat Allah akan memperoleh azab yang berat. Allah Mahaperkasa lagi
mempunyai hukuman.
Secara morfologi, frasa "Hudallinnãs" (هُدًى لِّلنَّاسِ) merupakan gabungan dari kata 'huda' atau 'hudan' (petunjuk), kata 'li' atau ''lil' (bagi), dan kata 'an-nãs' (manusia).
Al-Qur'an berfungsi sebagai 'Hudallinnãs'
karena memberikan petunjuk dan pedoman mengenai segala aspek kehidupan manusia.
Ini termasuk petunjuk dalam menghadapi berbagai situasi kehidupan.
Al-Qur'an adalah petunjuk yang bersifat universal dan inklusif. Konsep ini menekankan sifat Al-Quran yang tidak hanya ditujukan untuk kelompok tertentu, melainkan untuk seluruh umat manusia tanpa terkecuali. Dan karenanya, perlu direfleksikan ke diri sendiri, ke diri yang membacanya.
Dengan perkataan lain, bahwa setiap kata, setiap frasa, setiap kalimat, setiap ayat al-Qur'an adalah tentang diri kita sendiri, yaitu tentang hal-hal yang ada dan inheren di diri kita dan dalam kehidupan kita sendiri saat ini,
Pusaka Kedua : Ahl-al-Bayt
Secara etimologis, frasa 'Ahl-al-Bayt'
berasal dari bahasa al-Qur'an yang berarti ahli rumah atau keluarga se-rumah.
Adapun kata 'bayt' yang berdiri sendiri, merujuk pada 'bayt-Allah' (Baitullah) yaitu Ka'bah, dan 'bayt-al-Maqdis' (Baitul-Maqdis), yaitu Masjidil-Aqsa. Ada dua ayat al-Qur'an yang masing-masing memuat kata 'bayt' (بَيۡتِىَ) sebanyak 2 kali, yaitu:
Al-Baqarah/2:125
وَاِذۡ جَعَلۡنَا الۡبَيۡت مَثَابَةً لِّلنَّاسِ
وَاَمۡن وَاتَّخِذُوۡا مِنۡ مَّقَامِ اِبۡرٰهٖمَ مُصَلًّى ؕ وَعَهِدۡنَآ اِلٰٓى
اِبۡرٰهٖمَ وَاِسۡمٰعِيۡلَ اَنۡ طَهِّرَا بَيۡتِىَ لِلطَّآٮِٕفِيۡنَ وَالۡعٰكِفِيۡنَ
وَالرُّکَّعِ السُّجُوۡدِ
Dan (ingatlah), ketika Kami menjadikan
rumah (Ka’bah) tempat berkumpul dan tempat yang aman bagi manusia. Dan
jadikanlah maqam Ibrahim itu tempat shalat. Dan telah Kami perintahkan kepada
Ibrahim dan Ismail, "Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang tawaf,
orang yang iktikaf, orang yang rukuk dan orang yang sujud!"
Al-Hajj/22:26
وَاِذۡ بَوَّاۡنَا لِاِبۡرٰهِيۡمَ مَكَانَ الۡبَيۡتِ
اَنۡ لَّا تُشۡرِكۡ بِىۡ شَيۡـًٔـا وَّطَهِّرۡ بَيۡتِىَ لِلطَّآٮِٕفِيۡنَ وَالۡقَآٮِٕمِيۡنَ
وَ الرُّكَّعِ السُّجُوۡدِ
Dan (ingatlah), ketika Kami tempatkan
Ibrahim di tempat Baitullah (dengan mengatakan), "Janganlah engkau
mempersekutukan Aku dengan apa pun dan sucikanlah rumah-Ku bagi orang-orang
yang tawaf, dan orang yang beribadah dan orang yang rukuk dan sujud.
Bahkan ada 3 ayat al-Qur’an yang secara
eksplisit memuat frasa ‘Ahl-al-Bayt’, yaitu:
Hud/11:73
قَالُوۡۤا اَتَعۡجَبِيۡنَ مِنۡ اَمۡرِ اللّٰهِ
رَحۡمَتُ اللّٰهِ وَبَرَكٰتُهٗ عَلَيۡكُمۡ اَهۡلَ الۡبَيۡتِؕ اِنَّهٗ حَمِيۡدٌ مَّجِيۡدٌ
Mereka (para malaikat) berkata,
"Mengapa engkau merasa heran tentang ketetapan Allah? (Itu adalah) rahmat
dan berkah Allah, dicurahkan kepada kamu, wahai ahlulbait! Sesungguhnya Allah
Maha Terpuji, Maha Pengasih."
Di dua ayat sebelumnya, berbunyi:
وَامۡرَاَ تُهٗ قَآٮِٕمَةٌ فَضَحِكَتۡ فَبَشَّرۡنٰهَا
بِاِسۡحٰقَ ۙ وَمِنۡ وَّرَآءِ اِسۡحٰقَ يَعۡقُوۡبَ
Dan istrinya berdiri lalu dia tersenyum.
Maka Kami sampaikan kepadanya kabar gembira tentang (kelahiran) Ishak dan
setelah Ishak (akan lahir) Yakub.
قَالَتۡ يٰوَيۡلَتٰٓى ءَاَلِدُ وَاَنَا عَجُوۡزٌ
وَّهٰذَا بَعۡلِىۡ شَيۡخًا ؕ اِنَّ هٰذَا لَشَىۡءٌ عَجِيۡبٌ
Dia (istrinya) berkata, "Sungguh
ajaib, mungkinkah aku akan melahirkan anak padahal aku sudah tua, dan suamiku
ini sudah sangat tua? Ini benar-benar sesuatu yang ajaib."
Al-Qashash/28:12
وَحَرَّمْنَا عَلَيْهِ الْمَرَاضِعَ مِنْ قَبْلُ
فَقَالَتْ هَلْ اَدُلُّكُمْ عَلٰٓى اَهْلِ بَيْتٍ يَّكْفُلُوْنَهٗ لَكُمْ وَهُمْ لَهٗ
نٰصِحُوْنَ
Kami mencegah-nya (Musa) menyusu kepada
perempuan-perempuan yang mau menyusui(-nya/Musa) sebelum kembali (ke pangkuan
ibunya). Berkatalah dia (saudara perempuan Musa), “Maukah aku tunjukkan
kepadamu keluarga yang akan memelihara-nya (Musa) untukmu dan mereka dapat
berlaku baik kepadanya?”
Al-Ahzab/33:33
وَقَرۡنَ فِىۡ بُيُوۡتِكُنَّ وَلَا تَبَـرَّجۡنَ
تَبَرُّجَ الۡجَاهِلِيَّةِ الۡاُوۡلٰى وَاَقِمۡنَ الصَّلٰوةَ وَاٰتِيۡنَ الزَّكٰوةَ
وَاَطِعۡنَ اللّٰهَ وَرَسُوۡلَهٗ ؕ اِنَّمَا يُرِيۡدُ اللّٰهُ لِيُذۡهِبَ عَنۡكُمُ
الرِّجۡسَ اَهۡلَ الۡبَيۡتِ وَيُطَهِّرَكُمۡ تَطۡهِيۡرً
Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan
janganlah kamu berhias dan (bertingkah laku) seperti orang-orang jahiliah
dahulu, dan laksanakanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan
Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu,
wahai ahlulbait, dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.
Ada dua ayat sebelumnya merujuk pada
istri-istri Nabi (Muhammad), yaitu sebagai berikut:
يٰنِسَآءَ النَّبِىِّ مَنۡ يَّاۡتِ مِنۡكُنَّ
بِفَاحِشَةٍ مُّبَيِّنَةٍ يُّضٰعَفۡ لَهَا الۡعَذَابُ ضِعۡفَيۡنِ ؕ وَكَانَ ذٰ لِكَ
عَلَى اللّٰهِ يَسِيۡرًا
Wahai istri-istri Nabi! Barangsiapa di
antara kamu yang mengerjakan perbuatan keji yang nyata, niscaya azabnya akan
dilipatgandakan dua kali lipat kepadanya. Dan yang demikian itu, mudah bagi
Allah.
وَمَنۡ يَّقۡنُتۡ مِنۡكُنَّ لِلّٰهِ وَرَسُوۡلِهٖ
وَتَعۡمَلۡ صَالِحًـا نُّؤۡتِهَـآ اَجۡرَهَا مَرَّتَيۡنِۙ وَاَعۡتَدۡنَا لَهَا رِزۡقًا
كَرِيۡمًا
Dan barangsiapa di antara kalian
(istri-istri Nabi) tetap taat kepada Allah dan Rasul-Nya dan mengerjakan
kebajikan, niscaya Kami berikan pahala kepadanya dua kali lipat dan Kami
sediakan rezeki yang mulia baginya.
Dari ketiga ayat yang memuat frasa
‘ahl-al-bayt’ ini, bukan hanya tentang Nabi Muhammad dan keluarga (karena
hubungan darah dan pernikahan), namun juga tentang Nabi Ibrahim dgn istrinya
(ibunda Ishaq), Ishaq, dan Ya’qub, juga tentang Nabi Musa dan ibu susuannya,
yang tidak lain adalah juga ibu kandungnya.
Dan, agar tidak hanya terpaku pada sejarah
dan masa lalu, maka ayat-ayat tersebut perlu diproyeksikan atau direfleksikan
pada diri kita sendiri, yang membaca ayat-ayat ini. Jika kata dan frasa ini
direfleksikan pada diri kita sendiri, dan jika diselami hingga ke
akar-spiritual-nya, maka makna universal dan inklusif-nya adalah...
Bahwa setiap insãn, setiap individu, yang
di Qalbu-nya bersemayam Allah, maka dia adalah seorang Ahl-al-Bayt. Karena,
Allah hanya bersemayam di Qalbu insãn yang masih berfungsi, yaitu Qalbu yang
menjaga konteks berfikir dan berenung.
Dalam al-Qur'an, ada 6 kata sinonim utama dari fungsi aqal yang terpimpin oleh Qalbu, yang dapat digambarkan sebagai berikut:
Dalam nama mereka berenam, juga ada makna kemampuan dan fungsi dari sinergi aqal dan qalbu, yang tentunya, potensinya juga ada pada setiap individu manusia.
Ada suatu hadits qudsi (Imam Abu Dawud) yang berbunyi sebagai: “Tidak dapat memuat zat-Ku di bumi dan di langit, kecuali qalbu hamba-Ku yang beriman, lunak dan tenang.”
Hadits tsb. bisa didukung kebenarannya dengan memahami makna surat Qaf/50:16, sebagai berikut:
وَلَقَدۡ خَلَقۡنَا الۡاِنۡسَانَ وَنَعۡلَمُ مَا تُوَسۡوِسُ بِهٖ نَفۡسُهٗ ۖۚ وَنَحۡنُ اَقۡرَبُ اِلَيۡهِ مِنۡ حَبۡلِ الۡوَرِيۡدِ
Dan sungguh, Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh kesadaran-nya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.
Ayat di atas juga memberi petunjuk tentang letak qalbu pada diri seorang insan. Dan lebih ditegaskan lagi dengan ayat pada Al-Hajj/22:46, sebagai berikut:
اَفَلَمۡ يَسِيۡرُوۡا فِى الۡاَرۡضِ فَتَكُوۡنَ لَهُمۡ قُلُوۡبٌ يَّعۡقِلُوۡنَ بِهَاۤ اَوۡ اٰذَانٌ يَّسۡمَعُوۡنَ بِهَا ۚ فَاِنَّهَا لَا تَعۡمَى الۡاَبۡصَارُ وَلٰـكِنۡ تَعۡمَى الۡـقُلُوۡبُ الَّتِىۡ فِى الصُّدُوۡرِِ
Maka tidak pernahkah mereka berjalan di bumi, sehingga hati (akal) mereka dapat memahami, telinga mereka dapat mendengar? Sebenarnya bukan mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati (qalbu) yang di dalam shudur.
Qalbu berada di dalam shudur, di tengah-tengah shudur, dan shudur adalah fungsi otak besar sebagai gudang memori, data dan informasi. Qalbu juga merupakan portal antara dunia fisik dan dunia spiritual. Jadi Qalbu bukanlah sesuatu berwujud fisik sebagaimana organ jantung atau organ hati. Qalbu adalah sesuatu di dimensi metafisik, terletak pada puncak tubuh nabati kita, atau lebih sering disebut jiwa.
Qalbu memimpin Aqal untuk menerjemahkan persepsi inderawi ke persepsi spiritual, sehingga insãn tersebut dapat meng-hamdu-kan Diri-nya, mewakili Allah untuk berperan sebagai Rabb-al-Alamin (pemelihara alam). Qalbu memimpin Aqal dalam meng-iqra’ fenomena-fenomena alam maupun fenomena-fenomena social yang sebenarnya bisa juga disebut sebagai ‘qalamullah’ atau Qalam Allah, yaitu ayat-ayat Allah yang bertebaran di kehidupan ini dan dapat dicerap oleh panca indera kita.
Dari renungan demi renungan, aku sampai pada kesadaran bahwa nama 'muhammad' perlu dimaknai secara universal dan inklusif, yaitu tingkat qualitas seorang insãn, yakni orang yang meng-hamdu-kan Diri-nya, untuk berperan sebagai Rabb-al-Alamin. Dari makna setiap huruf dalam nama tersebut: mim pertama bermana ‘manusia ya’, ha bermakna ‘pendengaran yang melihat’, mim kedua bermakna ‘penglihatan yang mendengar’, dan huruf dal bermakna ‘dabbaru’ yaitu fungsi Qalbu. secara universal dan inklusif, yaitu tingkat qualitas seorang insãn, yakni orang yang meng-hamdu-kan Diri-nya.
Untuk meng-iqra’ Qalam Allah inilah maka peran dan qualitas muhammad perlu dihidupkan pada diri kita.
Pemaknaan Ahl-al-Bayt yang mem-Bumi.
Bisa jadi, 'ahl-al-bayt' juga bermakna 'ahli-ekologi' atau orang yang memahami dan menjalankan sistem kehidupannya secara natural dan supra-natural. Pemikiran ini muncul berdasarkan kesesuaian makna ‘bayt’ dan ‘oikos’.
Bukankah 'eko' alias 'oikos' bermakna 'rumah' atau habitat ?
Bukankah 'bayt' juga berarti 'rumah' dan 'baitullah' atau 'baytAllah' adalah 'tempat bersemayamnya Allah' yaitu 'Qalbu' ?
Bukankah rumah yang ekologis bisa menjadi habitat bagi beragam makhluq, baik vegetasi maupun satwa..? Mereka semua makhluq2 ciptaan Allah bahagia berada di rumah yang ekologis.
Ada benarnya slogan 'Home is where the Heart is'.
Jadi, 'ahl-al-bayt' adalah setiap insan yang berperan sebagai 'rabb-al-ãlamin'.
Catatan:
Tulisan ini masih akan diperbaikin sana-sini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar