Menjelang pergantian tahun, setahun lalu, gue pernah merenungkan secara numerologi, bahwa tahun 2025 ini berjumlah akhir 9, angka urutan surah at-Tawbah, yang mengkodekan bahwa akan banyak kejadian dan peristiwa yang membuat kita umat manusia untuk berpulang, atau ber-tobat, atau makin menjadi zombie, zombie yang terkunci mati Qalbu-nya.
Tepat pada awal irisan tahun solar 2025
dengan tahun lunar ular-kayu, yaitu pada 29 Januari, gue mengalami tragedy berdarah,
yang pelakunya adalah putri gue sendiri. Atau mungkin lebih tepatnya oleh Ruh
Agung Lucifer yang menggunakan jazad putri gue. Di awal peristiwa itu, gue
kaget campur kecewa, sedih, bahkan frustasi. Namun, tidak lama, hanya beberapa
jam sesudahnya, sambil menunggu kesiapan ambulans di RSUD Tabanan, gue merenung…
Putri gue di ruang UGD, telang disuntik penenang, dan tertidur. Gue hanya duduk
di bangku teras, sendirian, dari lewat tengah malam hingga pagi.
Gue sudah memiliki dasar yang kuat, yaitu
bahwa gue senantiasa berbaik sangka kepada Allah. Apapun yang telah dan sedang
terjadi di hidup gue, adalah pelajaran2 untuk gue menjadi lebih menyadari Cinta
Allah, dan untuk lebih mencintai Allah. Jadi, gue mengevaluasi diri gue,
terutama sikap gue terhadap putri gue. Memang sih, beberapa bulan terakhir
sebelum tragedy berdarah ini, gue agak men-cueki-nya, gue tidak memperhatikan
apakah dia benar2 meminum obat-nya, gue bahkan biasa bersikap seolah mau
meninju dan menendang-nya di belakang-nya, saking gue jengkel dengan sikap
seenak udel-nya. Gue mengalami krisis ar-Rahïm, sifat ke-ibu-an gue menipis terhadap putri gue.
Dari renungan Panjang dan dalam di bangku
teras RSUD itu, gue pun menyadari kesalahan dan kelalaian gue. Gue harus lebih
menjaga kesadaran Diri gue, agar ar-Rahmãn, ar-Rahïm, dan al-Mãlik di Diri gue hidup dan harmonis, berfungsi
secara proporsional.
Pada akhir Juni di tahun ini, kami bersiap
untuk pindah kosan, karena beberapa faktor, eksternal maupun internal keluarga kami. Faktor utama-nya sih, karena pihak
pemilik kosan tampaknya sudah tidak menginginkan kami tetap tinggal di rumah yang
berlokasi di Dusun Megati Kelod, Desa Megati, Tabanan, Bali Barat. Selama 5
tahun lebih tinggal di rumah tersebut, gue sudah mengubah kondisi lingkungan
hidup, baik di dalam Gedung, di pekarangan, maupun di jalan masuk dari jalan
aspal desa hingga ke pintu pagar kami. Perubahannya, dari kering gersang, dan
panas, menjadi hijau dan sejuk karena ada banyak vegetasi, beranekaragam.
Mungkin, rasa2 gue sih, pemilik rumah dan beberapa tetangga tidak menyukai
perubahan yang gue upayakan. Hal ini dari beberapa komentar mereka yang gue
ingat2. Maklumlah, masyarakat kita sedang dilanda ketidaksadaran kolektif,
yaitu anti-ekologis.
Singkat cerita, melalui upaya yang tidak
mudah, akhirnya gue menemukan tempat tinggal baru. Lokasi tempat tinggal kami
yang baru ini adalah di Desa Mengwitani, Badung. Kondisi tempat tinggal kami
pada awalnya sangat tidak memadai, namun gue melihat potensi2 yang bisa gue upayak
untuk meningkatkan qualitas ekologis-nya. Kami menempati rumah kecil ini sejak
3 Juli 2025.
Pada tanggal 10 hingga 11 Oktober, hampir
seluruh Bali dilanda hujan tampa henti selama 36 jam. Hal ini mengakibatkan
banjir di mana-mana, termasuk di lingkungan kami. Rumah kepala lingkungan/dusun
kami tergenang air hujan hingga sedada, hingga mencapai kap mobil beliau.
Anehnya, persil kos-kosan kami hanya digenangi air hujan beberapa sentimeter
saja, tidak mencapai permukaan teras.
Di penghujung November 2025, terjadi
peristiwa bencana banjir bandang dan tanah longsor yang melanda Sumatra Barat,
Sumatra Utara, dan Aceh, yang meninggalkan jejak kehancuran luar biasa. Aku
tidak heran lagi akan kejadian ini. Karena, bahkan sebelum pandemi covid-19,
beberapa kali terjadi kebakaran hutan, atau lebih tepatnya pembakaran hutan
untuk lahan perkebunan sawit, di Sumatra. Eksploitasi alam berlangsung gila-gila-an
dalam 11 tahun terakhir ini, di seluruh Indonesia, ternasuk Bali, dan terutama
di Sumatra dan Kalimantan.
Sekarang, tinggal 2 hari lagi, kurang dari
48 jam, kita akan memasuki tahun 2026, yang secara numerologi, berjumlah 10
atau 1, gue merujukkan ke pesan-pesan utama dalam surah al-Fatihah dan surah
Yunus.
Mengwitani, Bali, Selasa, 10 Rajab 1447 /
30 Desember 2025
#nitasung
#refleksi
#perenungan
#iqra
#iqrakitaabaka

Tidak ada komentar:
Posting Komentar