Kamis, 31 Desember 2020

Catatan Akhir Tahun 2020

Di tahun kabisat ini aku melihat pertumbuhan fisik bujangku, Ancha luar biasa pesat. Dari yang tadinya, di akhir tahun 2019, tingginya 150 cm, saat aku menulis catatan ini akhir tahun 2020, tingginya sudah 163 cm. ohya, awal tahun ini, 1 Januari Ancha disunnat di Jakarta. Mungkin ada hubungannya?

Kondisi kesehatan mental Aisya, gadisku, tahun ini juga menunjukkan kemajuan signifikan. Sudah dibebaskan dari keharusan konsumsi obat antidepresan pagi, sejak tiga bulan lalu. Bawaannya juga lebih cool. Mungkin karena sudah sangat jarang makan daging hewan? seingatku selama masa pandemi ini, Aisya makan ayam goreng JFC/McD hanya tiga kali, itu aja yang non-vegetarian food. Aisya masih malas olahraga dan meditasi. Dia gak mau berjemur, tapi bagusnya, jika ke minimart pasti jalankaki, karena memang kami gak punya kendaraan selain sepeda butut-ku. Jalankaki antara rumah dan minimart itu pergi pulang lumayan untuk dia berolahraga sih.

Aisya dan Ancha masih dalam proses belajar di tahap vegetarian, sejak aku memutuskan jadi vegan pada 17 Januari di tahun ini. Aku harus bisa menunjukkan manfaat dan keuntungan hidup sebagai vegan kepada mereka, agar mereka bisa dengan kesadaran sendiri untuk juga memutuskan jadi vegan. Sebenarnya, Sayangku, Sung-Kyun Kim, alias bapak Kim sudah berminat jadi vegan juga, hal ini diungkapkannya pada piknik makan siang kami di Nusa Dua, 12 maret, sebelum beliau terbang kembali ke Korea.

Yang agak mengguncang di tahun ini, Sayangku meninggal dunia di Seoul, Korea karena sakit pada sistem pencernaannya, ileus istilah medisnya. Aku baru mendengar kabar meninggalnya pada tgl 21 Juni pk. 6:53 pagi dari mahasiswa PhD-nya, Keunwoo Ken Chung. Kabarnya, bapak Kim meninggal 19 Juni 2020 pkl 4 sore. Mendengar kabar itu aku gak terlalu kaget lagi, karena perasaan terguncang itu sudah kualami saat Sayangku meninggalkan jasad-nya, saat kehidupannya berpindah sebagai non-wujud. Sore itu, aku merasa seperti ada sesuatu yang tercerabut dari diriku, aku merasa sangat nelangsa, kesedihan yang mendalam, menunggu tanda2 kehidupan di WA chatroom Sayangku, maupun di messenger chatroom kami. Ya, waktu menunggu dalam ketidakpastian itu, aku nge-post gambar di facebook story-ku, foto gambar tangan Sayangku.

Setelah mendengar kenyataan tentang Sayangku pagi itu, kemudian aku menenggelamkan diri dalam meditasi yang dalam dan panjang. Teringat saat kami merencanakan pertemuan kami berikutnya di Korea pada Februari 2021, beliau pernah berkata: “Nita, pray for the best situation”. Teringat juga di salah satu wa chat kami, sepekan sebelum beliau dirawat di ICU rumahsakit (11 juni), katanya: “I like to be fresh, like spring”. Teringat juga pada Agustus 2017 di Bogor. Saat itu kami berempat di mobil bu Nurisjah, menuju Depok. Sayangku duduk di kursi depan, samping sopir, dan aku di kursi belakang samping bu Is. Sayangku, Prof. Kim bilang, pengen ada perwakilan ACLA di Indonesia, mungkin di Bogor atau di Bali. Bu Is bilang, mengapa bukan di India saja? Kan ada Prof. Rana. Sayangku lalu menjawab sambil tertawa, “Rana is too old”. Lalu, bu Is bilang, “Kim, everybody is growing old, including you.” Waktu itu, Sayangku masih sambil tertawa nyahut lagi, “No, I don’t want to be an old person.”

Dan, akupun sampai pada kesadaran bahwa Sayangku meninggal dunia pada usia 64 tahun, beberapa bulan sebelum pensiun dari perannya sebagai professor di SNU ini memang adalah situasi yang terbaik baginya. Ya, memang sesuai keinginannya, di alam bawah sadarnya. Namun begitu, aku menyadari juga bahwa dharma kami belum selesai. Kami perlu tetap bersinergi dan berkolaborasi dalam harmoni. Kami adalah twin-flame union yang tidak dihalangi atau dipisahkan oleh kematian tubuh fisik. Aku pun mulai mengkondisikan diri untuk menerima diri Sayangku, baik secara spiritual (ruh-nya), mental (jiwa-nya), bahkan secara fisik, yaitu masuknya atom2 yang pernah ada dan berkerja pada tubuhnya, terutama atom2 hidrogen dan atom2 oksigen ke diri ini, melalui pernafasan dan makan/minum. Jasad Sayangku, menurut Keunwoo, dikremasi pada 22 Juni pagi. Beberapa hari setelah jasad Sayangku dikremasi itu, ada banyak hujan di Bali sini, kemudian aku melihat tanaman2, terutama bunga2 telang menjadi lebih indah. Entah mengapa, aku merasa, ada bagian dari Sayangku yang hadir pada keindahan ini. Seperti biasanya, aku bikin teh biru dari bunga telang dicampur sereh dan jahe merah. Kehidupan kami terus berlangsung dalam masa pandemi ini, diriku mengalir dari suatu maghfirah ke maghfirah lain dengan merespon sensasi2 yang kuterima melalui pendengaran dan penglihatan.

Sampailah pada hari dimana aku memutuskan memulai kehidupan sebagai pertapa, yaitu 5 november, dan kemudian menjalani kehidupan aksetisme sejak 6 november ini. Makan hanya sekali sehari, hanya satu jam dalam 24 jam. Meditasi dan yoga lebih intensif, demikian pula latihan ketahanan untuk membangun dan membentuk otot dan menguatkan tulang. Kata “aku”, seringkali aku ganti dengan kata “kami”, mewakili dua diri, diri Sayangku, Sung-Kyun Kim dan diriku, Anita Syafitri Arif binti Arifuddin Ali Patunru. Namun, ada kesadaran berikutnya yang datang, bahwa kami dua namun satu, kami satu kesatuan/gabungan dua jiwa cinta-kasih sejati nan abadi, kami adalah khalqan jadiid, makhluq baru hasil peleburan dua insan: Sung-Kyun Kim dan Anita Syafitri Arif binti Arifuddin Ali Patunru.

Khalqan jadiid ini, kami sebut nitasung manifestasi dari yinyang, keseimbangan feminin dan maskulin dalam satu tubuh manusia yang hidup dengan dimensi jiwa dan ruh. Ternyata, memang! Hari demi hari, kesehatan dan kekuatan kami makin bagus. Ada satu latihan ketahanan (dynamic plank) di tahun 2017 ~ 2018 hanya bisa aku lakukan selama 4 menit sekian detik setiap hari, di tahun 2019 bisa jadi 5 menit sekian detik setiap hari". Progres ketahanan ada lagi sedikit, sejak februari tahun ini bisa 7 menit sekian detik, meningkat sedikit demi sedikit, hingga 13 menit sekian detik. Setelah transformasi Sayangku, peningkatan daya tahan tubuh ini lebih signifikan, pada 20 juli, tercatat 19 menit 45 detik! Aku mengalami keselakaan kecil pada 2 agustus. Kaki kiriku terkilir saat terpeleset di halaman belakang. Ada kira-kira sebulan masa pemulihannya. Latihan ketahanan kulanjutkan, namun mulai dengan 10 menit lagi. 4 oktober rekor lama bisa kami pecahkan, jadi 20 menit 17 detik. Dan rekor terbaru adalah 47 menit 40 detik, yaitu pada 21 desember, bertepatan dengan hari ke-46 kehidupan kami sebagai pertapa.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar