Ada banyak hal, kejadian, dan peristiwa dalam tahun ini yang memperkaya jiwa-ku, yang juga mengantarku pada transformasi demi transformasi diri ini. Mungkin karena aku telah terbiasa memposisikan diri sebagai pembelajar, yaitu mengamati, mendengarkan, merasakan, memikirkan dan merenungi segala hal yang kudapatkan dan kutemui, baik dalam bacaan, tontonan, maupun dari apa yang kualami secara langsung.
Aku 'mengikat[-nya dengan mencatat kembali sebagai berikut:
Januari
Kenangan dari bulan Januari 2022, tanggal 10, adalah
mencapai kesepakatan untuk mempersiapkan acara 'bedah buku Nujeongwon'... ini
manuver yang menyusul terbitnya buku pertama kami tentang pelajaran2 Sayangku,
hasil kolaborasi-ku dengan dua kawan Korea. Hal ini aku dokumentasikan di
tautan berikut:
Bertepatan hari bulan purnama, yang merupakan bulan purnama ke-19 kami, sejak kami melebur jadi #nitasung ada secuil capaian. Yang secuil ini adalah menyelesaian 'kata pengaantar' buku kami yang berjudul ‘Sumber Daya Air’.
Gakpapa dong, kerangka dan kata pengantarnya saja dulu...
Aku menghadapi kenyataan bahwa penulisan buku ini perlu proses yang lebih
panjang daripada yang aku perkirakan sebelumnya. Eh, tahu-tahunya sudah setahun
nih! Uhuks!
Gakpapa, Nita... kita mengalir saja... tidak perlu
terperangkap dalam waktu linear... kita memaknai waktu keabadian untuk
menciptakan karya yang berqualitas, Sayangku.
Sip!
Dokumentasi kata pengantar kami simpan juga di halaman Bali Happy Neigborhood ini: https://web.facebook.com/BaliHappy.../posts/1054629068431091
Salah satu hal yang patut kukenang dalam kesyukuran dan
kebahagiaan agung dari bulan Januari 2022, adalah bahwa aku berhasil dalam
upaya penerbitan kembali buku karya Sayangku, Winding River Village. Buku ini
diterbitkan dalam versi cetak warna dan versi elektronik warna. Aku menggantika
kata pengantarnya dengan memasukkan tentang Nujeongwon. Ada tambahan halaman
sebagai ‘Appendix II’, juga tentang Nujeongwon.
Tidak ada satu pun kata ‘Nujeongwon’ dalam buku ini pada
penerbitan sebelumnya. Tapi, aku melihatnya justru merupakan inti dari
pelajaran2 dalam buku ini.
Aha! Mungkin ini salah satu perubahan yang bisa
kukontribusikan bagi kehidupan, walaupun ini bukan anti-tesis, tapi bisa
disebut apa ya..? Metatesis?
Lebih lengkapnya, tentang buku WRV terbitan baru ini, dapat
dibaca di tautan ini:
Februari
Tidak terbantahkan, bahwa Februari adalah bulan istimewa
kami, aku lahir 2 Februari, Sayangku lahir 18 Februari, 14 Februari 2019 adalah
hari valentin terindah dalam hidupku, dan kami pun sudah menyepakati untuk
meninggalkan dunia ini ber-sama2 pada tanggal 14 Februari.
Di tahun 2022 ini, kenangan dari bulan Februari, selain
merenungi kembali momentum kelahiran kami, hari valentin terindah kami. Juga, meningkatkan
kepercayaan diri kami tentang kesempurnaan di akhir hidup kami, dengan afirmasi
harian, ucapan, imajinasi, dan rasa diri yang lebih berkembang.
Dalam bulan Februari 2022 ini, aku lebih banyak observasi
sebagai proses penulisan buku SDA. Juga, persiapan bedah buku Nujeongwon.
Maret
Jelang Nyepi yang jatuh pada tanggal 3-4 Maret, aku menyiapkan
makanan berupa kue barongko dan burasa, keduanya berbungkus daun pisang. Ini
nyepi yang aku benar2 sendiri, karena Aisya dan Ancha sudah pindah kembali ke
Jakarta sejak 1 Mei 2021.
Perbedaan lain nyepi kali ini dibanding nyepi2 sebelumnya,
tiada pemandangan langit malam penuh bintang. Cuaca mendung berawan tebal
sepanjang waktu.
Di pekan kedua bulan ini, tepatnya pada 11 Maret, aku menghadiri
acara Bedah Buku di kampus IDB Bali, hadir sebagai narsum atas buku Nueongwon, sekaligus
sebagai reviewer atas buku Arsitektur Bade.
Masih di pekan kedua, aku eksperimen bikin minyak kelapa.setelah
membanding2-kan beberapa resep dari berbagai sumber, memikirkan dan
merenungkan, serta membayangkannya... akhirnya aku ber-eksperimen! Namanya juga
eksperimen, yah gak perlu banyak, aku hanya bikin dari dua buah kelapa.
April
Gak ada hal istimewa dalam bulan ini, kecuali di hari terakhir, yaitu aku menghadiri suatu acara kelompok multi agama/kepercayaan di rumah kawanku yang ber-agama Baha’i. Aku nginap di rumahnya, di malam takbiran Idul Fithri 1443.
Di acara ini, aku jadi kenal dengan sepasang mangku yuang
sangat uniq, yang memberiku pelajaran makna kehidupan, yang sangat bernilai.
Eh, namun di banyak hari dalam bulan ini, aku dalam proses menulis
novel cinta berjudul Bongyudongcheon Nujeongwon.
Mei
Di hari kedua, Ancha mengirimiku foto suasana lebaran idul
fithri di Jakarta, di lapangan tempat mereka shalat Id, dan di rumah Pejaten.
Tanggal 13 Mei aku merampungkan naskah novel cinta kami
berjudul Bongyudongcheon Nujeongwon. Dua hari kemudian, aku kirim ke Gramedia
Digital Publishing System, dengan harapan bahwa naskah ini dapat diterbitkan
tanpa aku harus mengeluarkan biaya, dan agar dapat lebih mudah diakses
peminatnya.
Pada tanggal 21, aku menemukan buku keren ketika penasaran
tentang kronologi bencana banjir global zaman Nuh. Awalnya, aku dapat versi
terjemahannya, yaitu 'Sejarah Dunia yang Disembunyikan'.
Aku mulai meragukan, bukan isi buku yang dimaksudkan
penulisnya, tapi teks2 terjemahannya, yang tidak konsisten dan lepas dari
konteks yang aku tangkap pada kata pengantar dan pendahuluan. Jadi, aku cari
versi aslinya, yaitu 'The Secret History of The World'.
Jelang pekan terakhir, tepatnya tanggal 22 Mei, adalah
puncak ketegangan hubungan kerja antara aku sebagai penulis dan pihak penerbit,
yang menerbitkan buku pertama-ku, Nujeongwon, dan menerbitkan kembali buku
karya Sayangku, Winding River Village. Aku menulis tentang hal ini dan kusimpan
di blog pribadiku.
Juni
Awal juni ini aku sudah baca -- mulai kata pengantar sampai
dengan bab 4 buku "Sejarah Dunia yang Disembunyikan" (hingga halaman
100). sebanyak 5 kali.
Aku rasa perlu juga aku baca versi aslinya, yaitu dalam
bahasa Inggris sebanyak 2x sebelum masuk ke bab selanjutnya.
Di bab-bab selanjutnya (bab 5 sd bab 28), aku berencana, mau
baca 5x versi Inggris dan 2x versi Indonesia.
Bagaimanapun, aku lebih bisa ber-empati terhadap penulis
jika membaca bahasa yang dia gunakan, bukan terjemahannya.
Aku mempraktekkan kebiasaan lama untuk buku Sejarah Rahasia
ini, yaitu dengan membacanya dengan suara lantang, merekamnya, dan
mendengarkannya ber-ulang2. Beberapa rekaman aku simpan juga di akun
Youtube-ku. Salah satunya pada tautan ini:
https://www.youtube.com/watch?v=e_vap7JjD7E
Pengalaman dengan pihak penerbit Bali aku tulis dan simpan
sekaligus unggah di blog-ku pribadi pada tautan ini:
Peristiwa yang agak istimewa di bulan Juni 2022 adalah pada
tanggal 18, bahwa akhirnya aku hadir di malam Ketika teman2 SMA se-angkatan-ku
mengadakan makan malam di hotel tempat mereka menginap, di Kuta, Bali. Sebelum
pkl. 21, aku tinggalkan hotel dengan berkendara gojek menuju rumah Bu Urip di
Desa Kesiman Kertalangu, Denpasar Timur. Aku menginap di sini, dan pagi sebelum
pk. 7, aku jalankaki ke Sanur, mengunjungi sahabat-ku, keluarga Bali lainnya.
Aku tiba kembali di rumah kosan, tempat pertapaan-ku menjelang sore hari.
Pada tanggal 27, dibantu oleh Ancha, aku berhasil bikin
gambar yang mengilustrasikan kisah percintaan Phoenix dan Naga di
Bongyudongcheon Nujeongwon. Gambar ini kupasang jadi ‘cover’ akun-ku di
facebook.
Juli
Di tanggal 3, masih agak pagi, sekitar pk. 10, aku
menyaksikan sesuatu, yang kemudian aku meyakininya sebagai penampakan burung
garuda. Makhluq ini seolah muncul dari atap rumah ini dan terbang ke pepohonan
di pekarangan tetangga di sebelah selatan…
Agustus
Peristiwa istimewa dalam Agustus 2022 adalah bergabungnya
kembali Aisya dalam kehidupan-ku, sejak tanggal 12.
Aku yang hidup dalam pertapaan selama 1 tahun 3 bulan 11
hari sudah mengalami beberapa transformasi. Salah satunya adalah perubahan
sikap-ku terhadap manusia perempuan paling bandel sedunia ini, Aisya. Dia bukan
lagi anak-ku, tapi pembimbing spiritual-ku.
Diri-nya hanyalah media bagi Roh2 Agung, Lucifer dan
Amaterasu.
Di akhir pekan kedua Agustus, aku menyelesaikan tulisan
berjudul ‘Sekala-Niskala Desa Pakraman Megati Kelod’. Tulisan ini sebenarnya
kumaksudkan untuk diterbitkan di KanalDesa.com, tapi karena tidak mau diterima
karena tidak sesuai ciri-khas tulisan2 di portal itu. Aku diberi kesempatan
mengubahnya, dengan menunjukkan keuntungan2 ekonomi yang bisa diperoleh dari
topik yang aku angkat, misalnya bahwa ini bisa meningkatkan PADes atau
menggairahkan BUMDes.
Dua hari kemudian, aku memutuskan menarik kembali tulisan-ku
dari admin portal itu. Dan keesokannya, pada tanggal 20 aku mengunggah tulisan tulisan ini ke blog-ku pribadi. Selanjutnya,
aku bikin versi Inggrisnya, dan kuunggah juga di blog-ku pribadi, dengan judul
“The Intangible Existence in Bali, the Island of Gods”. Dua hari kemudian,
setelah mengubah judul dan beberapa bagian agar lebih akademis, aku unggah tulisan
ini di akun-ku AkademiaEdu. Judulnya menjadi “Bali Intangible Cultural Heritage”.
Dalam rangkaian peristiwa ini, aku sempat agak kecewa,
karena tidak jadi dapat bayaran dari portal KanalDesa.com, tapi kemudian,
terjadi sesuatu… laptop-ku bermasalah. Kursor-nya tidak bisa kukendalikan, tiga
kali aku bawa ke bengkel, tapi kembali lagi masalahnya. Aku coba hubungi
adikku, aku ceritakan masalah laptop-ku, dan aku tanya, “punya laptop bekas
yang kagak digunakan kah?”
Eh, ternyata adikku ini mengajak tiga adikku lainnya untuk
patungan belikan aku laptop baru. Tanggal 31 Agustus, laptop baru ini dalam
perjalanan menuju kuil cinta #nitasung ini… Dan harganya kira-kira 8 kali
jumlah honor menulis di portal itu… Hahaha!
September
Keistimewaan bulan September 2022 adalah masuknya serangga
favorit-ku, kunang-kunang! Ia bener2 masuk di dalam rumah ini, agak lama
terbang ber-putar2 di dapur, ruang tengah dan ruang tempat aku menaruh rak
buku, dan beberapa barang yang jarang digunakan, termasuk koper2.
Aku sempat mencatat beberapa momen, saat aku menyaksikan
kunang-kunang di Bali ini:
28 jan 2020 pk. 03:50 di badan Gunung Agung, Karangasem,
Bali;
7 Juni 2022 di pekarangan depan, antara pohon ancak dan
pohon bodhi;
1 Agust 2022 di teras depan;
2 Agust 2022 di depan jendela kamar tidur;
19 Agust 2022 di depan jendela kamar tidur;
9 Sep 2022 di di atas pintu pagar kayu;
14 Sep 2022 di dalam rumah;
Pernah beberapa kali lagi di depan jendela kamar tidur.
Oktober
Selain tanggal kelahiran Aisya, eh Lucifer pada 6 Oktober,
keistimewaan di bulan oktober ini adalah, bahwa aku berproses, mengamalkan
pengetahuan-ku hasil mempelajari buku Sejarah Rahasia Kosmos karya JB. Gagasan
yang rad agila dan mistis… hahaha!
Gagasan ini mulai tercetus tgl 6 Oktober, dan aku mulai aksi
keesokan harinya, yaitu mulai membuat boneka ukuran 1:1, yang menyerupai
Sayangku, yang akan selalu menemaniku tidur di kamar peraduan kami, kuil
#nitasung ini. Kelarnya (untuk sementara) tgl 22 Oktober 2022, ini belum aku
lengkapi dengan tungkai.
November
Awal November, aku merenungkan kembali, kekacauan2 yang
sedang berlangsung di dunia ini, yang disatukan menjadi apa yang disebut
"Climate Change" atau 'krisis iklim', atau lebih tepatnya 'krisis
ekologi'. Ada banyak pertanyaan yang hanya bisa aku jawab dengan beberapa
hipotesis.
Dan, karena sudah agak diperkaya dengan Sejarah Rahasia
Kosmos yang sedang kupelajari, aku jadi lebih memahani kutipan Albert Eistein,
"“Insanity is doing the same thing over and over and expecting different
results.”
Banyak upaya terkait fenomena krisis ekologi ini, baik oleh
pihak2 LSM/NGO lingkungan hidup, pemerintah atau lembaga resmi, baik di level
global, nasional, maupun lokal... dan tentunya pihak para akademisi yang
menjadikannya topik primadona dalam penyusunan jurnal2, tesis, dan disertasi.
Dan ini sudah berlangsung sejak awal 1990 di negara2 yang lebih cepat
menyadari, antara lain KorSel.
Tapi, pada umumnya, orang2 masih ber-putar2 dalam lingkaran
setan. Sedikit agak lebih baik di KorSel, karena telah menyadari apa makna
qualitas kehidupan dan ekologi.
Apa yang mau aku sampaikan, bahwa semua kekacauan ini
bersumber dari sikap dan gaya hidup manusia yang materialistis dan
kapitalistis. Segalanya dinilai dengan mata-uang, dan lebih parahnya lagi
mata-uang US Dollar, rajanya paham dan sistem ekonomi kapitalis.
Dan ketika orang2 mau terlihat agak peduli terhadap ekologi,
maka muncullah istilah "Circular Economy", yang mana sebenarnya
justru makin mengukuhkan sistem yang tidak benar ini... yaitu perputaran uang
sebagai ukuran kemajuan suatu wilayah, kota dan negara, bahkan juga jadi tolok
ukur kesuksesan hidup seseorang.
Jika memang benar2 peduli dan mau mengatasi, memecahkan dan
menyelesaikan masalah krisis ekologi, mengapa tidak menggunakan istilah
"Circular Ecology" atau "Ekologi Melingkar" ???
Walaupun hanya istilah, walaupun hanya frasa yang terdiri
atas dua kata, tapi ini akan mempengaruhi cara kerja otak kita. Frasa ini
merupakan gagasan atau konsep yang akan menentukan dan mempengaruhi pikiran2
kita selanjutnya, yang pada gilirannya juga membuahkan sikap dan tindakan yang
sesuai dengan muatan makna istilah ini.
Dan inilah yang aku tulis sebagai curahan hati nurani-ku:
Pada hari Jumat pagi, 4 November, aku dan Bu Krishna
jalan-jalan ke wilayah tetangga, di Desa Bantas, di sana ada kebunnya.
Jarang kami berdua dapat kesempatan untuk menikmati
kebersamaan kami, padahal, terus terang, ada kebahagiaan tersendiri jika
bertemu beliau... pikiran2 kami banyak nyambung-nya... bahkan, sepertinya...
hasrat berpetualang kami juga saling sinergis!
Hari itu, kami menyeberangi sungai yang sebenarnya paralel
dengan sungai yang sebulan lalunya menghanyutkan, mematikan korban, pengendara
sepeda motor dari jembatan yang diterjang derasnya air sungai pada hari hujan
lebat.
Bu Krishna bertindak sebagai pemimpin dalam petualangan kami
hari itu... beliau menyeberang duluan, untuk menjajagi kedalaman dasar sungai
dan derasnya arus... beliau dengan tegas menyuruhku diam dulu di tepi dengan
menjaga tas2 bawaan kami beisi hadiah dari alam, yaitu jamur kayu dan bekal
piknik kami.
Setelah, menyeberang bersama sambil bergandengan tangan,
ketika sudah di sisi lain sungai, kami berjalankaki lagi menuju Beji... Aku
bertanya kepada beliau, "Bu Krishna, kapan terakhir kali menyeberang
sungai ini?", jawabnya singkat, "ya ini barusan." Aku perbaiki
pertanyaan-ku, "Maksudku, kapan terakhir, sebelum kita bareng menyebrangi
sungai tadi, Bu Krishna?" Beliau mengulangi jawaban yang sama, "ya
ini barusan, dengan Bu Ancha", dengan mimik yang lucu namun seperti puas
karena menang.
Usut punya usut, rupanya, sudah beberapa kali, beliau ingin
menyeberangi sungai ini, bahkan ketika masih bersama mendiang suaminya, jika
pulang dari kebun beliau di Desa Bantas... tapi selalu gak jadi, karena ragu,
agak kuatir terseret arus.
Wahhh... wahh... dengan-ku beliau jadi lebih berani! Sip!
Di pekan terakhir November, tepatnya sejak tgl 21, aku mulai
beraksi mewujudkan gagasan untuk bikin sebuah ‘kolam peri’, yang ternyata
berkembang dengan membuat dua, dengan dihubungkan dengan apa yang kusebut
‘sungai peri’.
Kucatat di akun-ku facebook:
Gagasan bikin kolam ekologis tercetus ketika air publik
(PDAM) gak ngalir selama 4 hari, bulan lalu.
Konsepnya sih ngikutin prinsip ekologis, seperti yang aku
lihat di Bongyudongcheon Nujeongwon... Salah satunya, kedalaman tidak lebih
dari 50 cm... dan tak kalah pentingnya adalah zona riparian.
Salah satu dokumentasi aku sangat nikmati ada di arsip
story:
https://web.facebook.com/stories/?card_id=UzpfSVNDOjExMDYyODYyMDAwNDk4Nzg%3D&view_single=true
Desember
Tanggal 8 Desember jadi hari yang istimewa, karena aku bisa
menikmati refleksi pertama Bulan Purnama di sungai & kolam peri di
pekarangan depan rumah kosan kami ini, yang kami sebut juga kuil #nitasung...
ini bertepatan dengan 14 Jumadil Awal 1444 Hijriah.
Selasa malam, 13 Desember, aku ketemu lagi secara fisik
dengan Ancha, anakku, setelah 18.5 bulan terpisah, sejak dia kembali tinggal di
Jakarta Selatan, kota kelahirannya. Dia ada di Bali dalam rangka wisata sambil
belajar dengan teman2 sekolah seangkatan dan guru2 mereka, SMK Cyber Media,
JakSel.
Gegara ketemu Ancha, aku jadi terispirasi untuk ber-kreasi
dengan bahan bambu. Awalnya hanya mau bikin gapura bambu, karena kemarennya aku
lihat tanaman markisa sudah merambah melewati ujung-ujung pohon ancak yang
menjorok ke pagar. Syukurnya, aku bisa mendapatkan bambu dengan mudah di tempat
Pak Mangku di Megati Kaja. Hal ini aku catat sebagai ‘status’ berbunyi: “Tadi
aku menggotong bambu segar 5 meter di bahu kananku, berjalankaki dari karang
Pak Mangku ke rumah kosan ini... Aku ngebayangin Yesus memikul kayu salibnya.”
Akhirnya gapura bambu berbentuk setengah lingkaran terpasang
pada 16 Desember, ditandai dengan posting di akun-ku facebook ini.
Selanjutnya, aku masih akan melanjutkan ber-main2 dengan berbagai
jenis bambu… sebisa mungkin menambahkan jenis2 tumbuhan bambu di sekitar kolam
dan sungai peri kami, dan menciptakan beberapa perabotan dari bahan bambu… gak
ter-buru2, namun dilakoni dengan khusyu’, dengan nafas Cinta…
Megati, (kelarnya) Selasa Legi, 10 Januari 2023 pk. 14:19
Tidak ada komentar:
Posting Komentar