Sabtu, 28 Agustus 2021

Nujeongwon, Kesadaran Ekologis

Sejak masih kanak-kanak, Kim, Sung-Kyun sudah memberi perhatian terhadap alam lingkungan hidupnya. Sung lahir di kota Mungyeong, tiga tahun setelah berakhirnya perang Korea yang membagi negeri di semenanjung Korea menjadi dua, Korea Utara dan Korea Selatan. Korea di masa kecil dan masa remajanya mempertontonkan kondisi lingkungan hidup yang terdegradasi akibat dominasi pihak asing, terutama Amerika, dalam pembangunan skala besar di Korea Selatan.

Sung mengalami masa penduduk Korea dalam kesulitan pangan. Keluarganya dengan delapan anak juga pernah hidup prihatin, hanya bisa makan kulit-kulit pohon pinus yang diolah jadi masakan enak oleh ibunya. Bapaknya, seorang guru dan kepala sekolah, pernah berkata, “Sung, belajarlah dengan sungguh-sungguh, agar engkau bisa memperbaiki negeri kita ini, kita mewarisi alam dan budaya dari leluhur kita, yang sangat indah dan bagus untuk membangun kualitas hidup manusia.” Sung adalah pendengar yang baik, beliau juga ingat perkataan bapaknya, “Sung, Indonesia adalah Negara dengan hasil pertanian yang bagus, belajarlah dari bangsa Indonesia juga.”

Dari perkataan bapaknya itu, Sung terbiasa memperhatikan pemandangan alam dan selalu mencoba memahami makna keindahan alami lanskap negerinya. Sung bukan sekadar pendengar yang baik, dia juga penyaksi yang benar. Kebiasaan mengamati alam dan menyaksikan keindahan alami ini melahirkan potensi seninya, yaitu menggambar dan melukis pemandangan lanskap. Sejak remaja, Sung gemar melukis, baik di kertas maupun di kanvas. Beberapa di antara karyanya adalah pemandangan alam kota kelahirannya, Mungyeong-si.

Sung pindah ke Kota Seoul saat melanjutkan sekolah menengah atas. Dia lalu menyadari masalah lingkungan hidup di ibukota negerinya ini, terutama karena pemandangan ke arah beberapa puncak gunung utama yang mengitari ibukota ini terhalang oleh bangunan-bangunan aparteman dan gedung-gedung rumah tinggal. Selain itu, tidak mudah baginya menemukan sungai-sungai alami di kota tempatnya menuntut ilmu itu, karena pada umumnya sudah dibeton sisi-sisinya dan dasarnya, dan sebagian lainnya berada di bawah ruang ekonomi kaum marginal di kolong jalan-jalan layang. Dia tidak bisa melukis pemandangan alam yang indah dari tempat tinggalnya di Seoul. Namun, Sung bisa punya imajinasi tentang keindahan ruang-ruang publik dan keindahan alam yang dapat dinikmati dari pusat kota.

Setelah tamat SMA, Sung melanjutkan pendidikannya di sekolah lanskap terbaik di negerinya, yaitu di Seoul National University. Sambil kuliah, dia tetap mengasah kemampuan seninya, menggambar dan melukis. Pada 19~21Juni 1980, Sung mengadakan pameran seni tunggal di Suwon Museum of Art Beberapa lukisan pemandangan alam karyanya terjual. Bukan uang hasil penjualannya yang jadi tujuan utamanya, tapi agar orang-orang bisa kembali menyadari keindahan alam negerinya, lanskap Korea yang puitis.

Sung menyelesaikan pendidikan kesarjanaannya (BSLA) pada 1981, dan melanjutkan pendidikan magister dan doktor filsafat di Amerika, di University of Pennsylvania. Penelitiannya etnografi yang komprehensif tentang Desa Hahoe, Korea (1986 ~ 1988) adalah bahan utama dalam penyusunan disertasinya meraih gelar PhD-nya di bidang City & Regional Planning.

Sekembali dari Amerika setelah menyelesaikan studinya, Kim, Sung-Kyun bekerja sebagai dosen, professor di almamaternya, SNU sejak 1994. Sebelumnya, bekerja sebagai asisten professor di University of Seoul selama 6 tahun, sejak 1988 yaitu setelah menyelesaikan pendidikannya di Amerika. 

Selain bekerja sebagai professor, Kim, Sung-Kyun juga menyalurkan kemampuan desain lanskapnya dengan mengikuti sayembara-sayembara desain yang diadakan oleh pemerintah Kota Seoul dan korporasi. Beliau memenangkan banyak sayembara, sebagai juara I, dan desainnya diimplementasikan, antara lain: Han River Plaza Design, Deoksugung-Gil Pedestrian Oriented Green Street Design, Jeonju City Pedestrian Oriented Walkable Street Design, Daejeon Metropolitan City Hall Plaza Design dan masih banyak lagi. Kim juga berperan dalam studi dan penentuan perencanaan dan kebijakan pembangunan negerinya, baik di tingkat nasional maupun di tingkat daerah. 

Pada 1989 ~ 1990, beliau mewakili National Research Foundation of Korea dalam proyek penelitian: An Approach of Environmental Field Research Method for Development and Preservation of a Traditional Village. Dalam tahun 1990 hingga 1991 itu, beliau berperan dalam perencanaan rehabilitasi pemandangan alam pegunungan Kota Seoul, yaitu rencana restorasi gunung Nam, gunung Bukhan dan gunung Inwang. Di tahun yang sama, yaitu 1991, Kim menekuni penelitian struktural, Korean Nujeong Space, di danai oleh Korean Science Foundation. Masih di tahun yang sama, 1991, Kim mulai memimpin gerakan kampanye warga, untuk pelaksanaan rencana restorasi gunung Nam. Kampanye ini berlangsung selama tiga tahun. Kim dan tim-nya mengorganisasi komite 100 perwakilan warga. Pada 1994, proyek restorasi Namsan dimulai. Ada dua bangunan apartemen besar dan lebih 60 bangunan rumah yang berdiri di badan gunung lebih 30 tahun dihancurkan dengan meledakkan bubuk mesiu. Proses restorasi Namsan, sejak penghancuran bangunan-bangunan itu hingga menjadi taman hutan Namsan, berlangsung selama 20 tahun lebih, yaitu hingga 2009. Dilanjutkan dengan proyek-proyek susulan, yaitu pemulihan nilai sejarah melalui restorasi tembok2 benteng, pemulihan fitur2 geografis, peningkatan aksesibilitas ke Namsan, restorasi ekosistem, dan peningkatan kualitas pemandangan lanskap Namsan.


Dalam periode antara 2002 hingga 2005, Kim, Sung-Kyun berperan dalam Cheonggyecheon River Restoration Project Consultative Committee, mendampingi otoritas pemerintah Kota Seoul.

Pada tahun 2007, Kim, Sung-Kyun bersama tim kecilnya yaitu seorang mahasiswa PhD bimbingannya meneliti tentang Korean Nujeong and Nujeong-gi di bawah naungan Kyujanggak Institute for Korean Studies. Di tahun berikutnya, 2008, tim ini mengerjakan dua hal besar, yaitu proyek desain lanskap Banpo Samsung Remian Firstige Apartment dan penyusunan Landscape Design Guidelines for Creating Livable Villages. Dalam periode antara 2009 sampai dengan 2013, Kim, Sung-Kyun, bersama otoritas pemerintah Kota Seoul, termasuk dalam Cultural Heritage Committee. 

Tahun 2009 adalah momen perenungan yang dalam tentang identitas lanskap Korea bagi Kim, Sung-Kyun. Bagaimanapun, penelitian lanskap budaya Asia masih dalam tahap awal, terutama ketika sebagian besar lanskap Asia telah dipelajari berdasarkan sudut pandang orang Barat. Di tahun inilah awal mula gagasan beliau mendirikan organisasi Asian Cultural Landscape Association, ACLA. Dari hasil perenungan tersebut, beliau sampai pada kesadaran bahwa kita perlu mendiskusikan masalah ini dari sudut pandang Asia untuk menemukan identitas kita sendiri dan merencanakan & merancang dunia masa depan kita dengan lanskap budaya kita di Asia ini. Dan, bersamaan dengan gagasan ini juga, tercetuslah istilah “Nujeongwon” begini katanya:

Nujeongwon is “an exterior space, organized visually and conceptually as a whole, centered around Nujeong building.” I start with this new definition for the Korean landscape, because we cannot explain it in terms of the Western concept of a garden, such as, “the artificial and fenced area decorated for aesthetic and practical purposes.”

(Nujeongwon adalah “ruang eksterior, terorganisir secara visual dan konseptual secara keseluruhan, berpusat di, dan mengitari bangunan Nujeong.” Saya mulai dengan definisi baru untuk lanskap Korea ini, karena kami tidak dapat menjelaskannya dalam konsep Barat tentang taman, seperti, “area buatan dan berpagar yang didekorasi untuk tujuan estetika dan praktis.”)

Tahun 2010 dan 2011, secara deklaratif menggunakan istilah “Nujeongwon”ini dalam tiga pertemuan ilmiah internasional, yaitu:

1.    pada pertemuan IFLA APR Cultural Landscape Committee, 14 ~ 17 Desember 2010, di Seoul, Korea, dengan judul paper dan presentasinya: Sustainable Korean Traditional Landscape Garden, “Nujeongwon”. Terdokumentasi dalam Proceedings of 2010 IFLA APR Cultural Landscape Committee International Symposium, di halaman 18-23. 

2.    Sebagai pembicara undangan di Tallin, Estonia pada Kongres Lanskap Arsitektur, 2 ~ 4 November 2011, Mind the Gap: Landscapes for a New Era, EFLA Regional Congress of Landscape Architecture, Kim, Sung-Kyun mepresentasikan “Sustainable Landscape and Aesthetics in a Korean Traditional Landscape Garden, Nujeongwon”. 

3.    Lagi, Kim, Sung-Kyun pada pertemuan IFLA APR Cultural Landscape Committee, 5 ~ 8 Desember 2011, di Seoul, Korea, dengan judul paper dan presentasinya: Sustainable Korean Traditional Landscape Garden, “Nujeongwon”. Terdokumentasi dalam Proceedings of 2011 IFLA APR Cultural Landscape Committee International Symposium, di halaman 31-40.

Pada 2012, Kim, Sung-Kyun mengerjakan proyek penelitian untuk kementerian lingkungan hidup Korea, yang dimaksudkna sebagai dasar penyusunan kebijakan bagi Natural Park Master Plan. Beliau memfokuskan penelitiannya dengan perspektif Nujeongwon. Masih di tahun yang sama, tepatnya pada tanggal 3 Desember 2012, di Kuala Selangor, Malaysia, Kim, Sung-Kyun didampingi Ismail Said, mendeklarasikan secara resmi terbentuknya Asian Cultural Landscape Association, ACLA. Peristiwa itu dihadiri peserta simposium IFLA APR CLC ketiga. Komposisi peserta, 2 dari Korea, 1 dari Jepang, 1 dari Hongkong, 1 dari Indonesia, 1 dari India, 1 dari Thailand, 1 dari Singapur dan 13 dari Malaysia. Jadi, simposium ini sekaligus merupakan symposium ACLA pertama.

Simposium ACLA kedua diselenggarakan di tahun berikutnya, tepatnya pada 12 ~ 14 Oktober 2013 di Seoul, Korea dengan tema “Meanings & Aesthetics in Asian Cultural Landscape”dan Kim-Sung-Kyun mempresentasikan “Meaning and Aesthetics of a Korean Traditional Landscape: Focusing on Hahoe Gyeomam-Okyeonjeong” (tentang Nujeong di desa Hahoe), ini terdokumentasi dalam Proceedings of 2013 ACLA International Symposium. 12 ~ 14 Oktober 2013 di Seoul, Korea, pada halaman 39-46.

Simposium ACLA ketiga juga diselenggarakan di Seoul, Korea, pada Oktober 2014, dengan tema “Waterfront Asian Cultural Landscape.”Pada bulan yang sama, Kim-Sung-Kyun mempresentasikan “Way of Seeing in Traditional Korean Landscape Garden.”Ini adalah kuliah tentang Nujeongwon yang lengkap.

Simposium ACLA keempat diadakan di Bali, 11 ~ 13 September 2015 dengan tema “Agricultural Landscapes of Asia: Learning, Preserving, and Redefining”. Di tahun ini juga, pada bulan November, Kim, Sung-Kyun dapat kesempatan mengadakan Pameran Desain Tunggal di Yanbian University, China. Dan menjelang akhir bulan yang sama, Kim, Sung-Kyun menyelenggarakan workshop internasional, APELA Forum pertama, di Seoul, Korea.

Pada 2016, ada beberapa kegiatan yang juga terkait dengan upaya Kim Sung-Kyun mempromosikan Nujeongwon, yaitu di workshop APELA Forum kedua, di Seoul, Korea. Pada kesempatan itu, beliau meluncurkan edisi pertama buku Winding River Village, Poetics of a Korean Landscape (dari disertasi PhD, 1988). Disusul dengan artikel ilmiah, Kim, Sung-Kyun et al. 2016. A Study on the Contents and Distribution of Palgyeong in Gangneung Area. Korean Institute of Traditional Landscape Architecture. 34(2). pp. 16~26. Kegiatan internasional terkahir di tahun ini adalah symposium ACLA kelima bertema “Sacred Landscape”yang diadakan di Lampang, Thailand pada bulan Desember.

Pada 2017, simposium ACLA keenam diadakan di Rusia. Di bulan Agustus, Kim, Sung-Kyun hadir sebagai dosen tamu di tujuh tempat di Indonesia, di 6 universitas dan 1 forum komunitas. Di akhir tahun, Kim, Sung-Kyun menyelenggarakan workshop ACLA-APELA di SNU, Korea, dengan tema Cultural Landscape as National Identity.

Pada 2018, saat berlibur di Bali, Kim Sung-Kyun mengunjungi beberapa desa tradisional, dan memberi kuliah tamu di dua perguruan tinggi, temanya juga terkait dengan Nujeongwon. Jelang akhir tahun, simposium ACLA ketujuh diadakan di Ayodhya, India.

Pada Februari 2019, Kim, Sung-Kyun menyelenggarakan workshop ACLA-IFLA CLC dengan tema Cultural Landscape as National Identity di SNU, Korea disusul kunjungan ke beberapa tempat di kota kelahiran beliau, Mungyeong-si. Kemudian di November, beliau sebagai pembicara kunci menghadiri symposium ACLA kedelapan dengan tema Perception and Aesthetics of Cultural Landscape in Asia, beliau memaparkan tentang Nujeongwon. Di tahun yang sama, Kim, Sung-Kyun juga menghadiri ACLA India, dan menyelenggarakan simposium  IFLA – CLC di SNU, Korea. 

Pertengahan Februari hingga nyaris pertengahan Maret 2020, Kim, Sung-Kyun berada di Indonesia, yaitu di Jakarta, di Sumatra Utara, di Sumatra Selatan, di Jawa Barat, yaitu di Bogor dan Bandung. Di Jakarta memberi kuliah tamu di Dinas Pertamanan dan Hutan Kota DKI Jakarta. Di Sumatra Utara, bersama Anita, Lasmaria dan Sumihar mengunjungi tempat-tempat wisata alam, desa-desa tradisional dan dua museum. Di Sumatra Selatan memberi kuliah tamu di ITERA, dan berjalan-jalan di kota bersama para mahasiswa dan dosen untuk melihat jaringan jalur pejalan kaki.. Di Jawa Barat, memberi kuliah tamu di IPB dan di ITB. Sebenarnya, semua bahan kuliah tamu yang diangkat dari hasil penelitian dan proyek-proyek desain yang bahkan sudah terimplementasi itu adalah sangat terkait dengan Nujeongwon. Karean filosofi dan prinsip2 Nujeongwon sudah menjadi karakter diri Kim, Sung-Kyun. Setelah memberi kuliah tamu terakhir-nya di ITB, dari Bandung 29 februari, Anita dan Kim, Sung-Kyun berkendara bus sampai di Bali 1 maret. Kim, Sung-Kyun tinggal di Bali hampir dua pekan, dan mencetuskan ambisinya untuk menyusun buku tentang Nujeongwon, serta mendokumentasikan dan membukukan Nujeongwon-Nujeongwon yang ada di seluruh Korea Selatan.

Kim, Sung-Kyun berangkat pulang ke Korea dari bandara Ngurah Rai, tengah malam, menjelang 13 maret 2020. Antara tanggal tersebut dan tanggal meninggalnya, tidak ada lagi perjalanan keluar negeri, dan hanya ada dua perjalanan di Korea, yaitu ke kota kelahirannya. Pertama, kunjungan ke Bongyudongcheon garden setelah isolasi mandiri selama 14 hari di kantornya, dan perjalanan kedua, sebagai chairman menghadiri pertemuan Mungyeong City Policy Advisory Group, lalu tinjauan lapangan di kota itu, dan sempat menginap dua malam di Bongyudongcheon garden.

Beliau masih mengajar mahasiswa-mahasiswa arsitektur lanskap SNU via zoom dan pertemuan tatap muka terakhir 10 juni 2020 selama 30 menit, sembilan hari sebelum berpulang ke keabadian. kata beliau, "the students want to see the professor." Beliau meninggalkan dunia fana ini, berangkat dari rumahnya di Seoul (yang punya pemandangan Nujeongwon Nam-san, Bukhan-san dan Inwang-san), pada waktu ashar, Jumat 19 juni 2020.

sumber: 

CV Kim,Sung-Kyun feb 2020; dan obrolan2 mesra (langsung dan via WA/messenger chatroom)... aku banyak bertanya dan bisa jadi pendengar yang baik. Dan beliau pun sebagai mata air... 


Prof. Sung-Kyun Kim: "I like to be fresh as spring nature."
messenger on May 12, 2020 at 5:18 pm Seoul time.


#사랑해여보 ❤️

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar