Rabu, 11 Agustus 2021

樓亭苑 dan “Sustainability” eh Kelestarian (ke-2)

Di Korea, di mana alamnya indah, sebagian besar ada 樓亭 (nujeong), yang secara harfiah berarti “menara dan pavilion”. Ketiadaan nujeong di taman lanskap tradisional Korea memang tak terbayangkan.


Dokrakdang, sumber: Kim Sung-Kyun


Kajian ini dimulai dengan konsep bahwa, dalam arsitektur tradisional Korea, nama bangunan yang diakhiri dengan –jeong (paviliun) atau nu (menara) tidak hanya menunjukkan sebuah bangunan jeong atau nu, tetapi juga lanskap yang mengelilingi bangunan tersebut, yang disebut nujeongwon atau taman lanskap Korea. Lingkungan nujeong bukan hanya alam tetapi lanskap yang dikonseptualisasikan.

Ada lebih dari 3.000 nujeongwon tersebar di seluruh Korea Selatan sekarang. Nujeongwon2 ini telah bertahan, lestari selama lebih dari 1.000 tahun di semenanjung Korea.

樓亭苑 (nujeongwon) adalah ruang eksterior yang diorganisasikan secara visual dan konseptual sebagai suatu keseluruhan, berpusat mengelilingi (bangunan) Nujeong. Definisi ini dicetuskan pertama kali oleh Prof. Kim Sung-Kyun, karena dia tidak bisa menjelaskannya dalam konsep taman Barat. Dan untuk membedakan taman tradisional Korea dari konsep Barat tentang taman, bahwa “taman adalah area artifisial dan berpagar yang didekorasi untuk tujuan estetika dan praktis.”


Elemen2 Dasar 樓亭苑 (Nujeongwon)

 

Elemen dasar nujeongwon meliputi situs, orang/komunitas, nujeong, serta lanskap indah.

1.   Situs/Tapak

Nujeong sering terletak di tebing atau bagian atas gunung atau di tepi sungai yang dikelilingi pegunungan. Sebagian besar orang Korea setuju di mana nujeong harus ditempatkan. Prinsip Pung-su mendasari penentuan situs suatu nujeong. Situs setiap nujeong mencerminkan lokalitas yang unik atau keharmonisan tempat sehingga dengan jelas mencerminkan hubungan antara situs dan orangnya.


Elemen Tapak pada Nujeongwon, sumber: Kim Sung-Kyun


2.  Orang/Komunitas

Nujeongwon di Korea selalu melambangkan orang yang terpandang. Untuk membangun nujeong, seseorang membutuhkan status yang lebih tinggi di masyarakat, dengan memiliki jabatan tinggi di pemerintahan atau berpengaruh secara moral atau ilmiah. Nujeong dibangun oleh orang tersebut atau dibangun untuk orang tersebut oleh keturunannya.


Orang Bernilai, sumber: Kim Sung-Kyun

Dengan membangun nujeong, sebuah keluarga memiliki kebanggaan atas prestasi keluarga dan mendapat pengakuan dari masyarakat. Setelah membangun nujeong, maka nujeongwon dibuka untuk siapa saja di komunitas dan menjadi pusat komunitas dan taman komunitas.


Komunitas Nujeongwon, sumber: Kim Sung-Kyun

Nujeong memiliki hubungan yang erat dengan urusan keluarga dan kondisi sosial desa. Nujeong adalah hubungan vertikal antara leluhur dan keturunan, dan juga secara horizontal simbol hubungan masyarakat. Jadi, nujeongwon memiliki makna sosial yang besar.

3.  樓亭 (Nujeong) (bangunan menara dan/atau pavilion atau non-bangunan)

Bangunan 樓亭 (nujeong) adalah simbol dari 樓亭苑 (nujeongwon) dan pusat apresiasinya. Ciri khas bangunan nujeong adalah struktur lantai kayunya yang terbuka, dan memiliki struktur dasar (ruangan, lantai) dan fitur2 tambahan (toi dan heonham).


Bangunan Nujeong, sumber: Kim Sung-Kyun

Berdasarkan prinsip Pung-su, sebuah bangunan nujeong menghadap ke puncak gunung. Untuk meminimalkan kerusakan alam, bangunan nujeong ditempatkan langsung di atas lahan alami tanpa banyak gangguan terhadap lingkungan.


Bangunan Nujeong pada Permukaan Bumi, Sumber: Kim Sung-Kyun

Bangunan nujeong itu sendiri tidak memainkan peran penting dalam nujeongwon. Ada banyak juga dae (dataran) dan am (batu besar) ditetapkan sebagai nujeong ketika orang tidak mampu membangun bangunan nujeong. Nujeongwon lebih signifikan melalui situs itu sendiri, hubungan antara nujeong dan sekitarnya, yaitu area eksterior daripada bangunan itu sendiri.


Nujeong non-Bangunan, sumber: Kim Sung-Kyun

Sebuah nujeongwon biasa dikelilingi oleh tembok rendah yang membedakan won dalam (ddeul) dan won luar. Seringkali ada area transisi antara won dalam dan won luar, seperti gerbang, dinding yang rusak/terbuka, palang kaca, dll.


Won Dalam dan Won Luar pada Nujeongwon, sumber: Kim Sung-Kyun


4. Pemandangan Indah

Orang2 Korea berpikir bahwa pemandangan yang indah tidak ada sejak awal, tapi diciptakan oleh manusia, yaitu dengan menentukan letak nujeong secara tepat agar nujeong dapat berfungsi mengintermediasi terciptanya pemandangan indah. Penciptaan ini disebut 形勝 (hyeongseung). Orang-orang dapat melihat pemandangan indah di sekitar nujeong, ini disebut 聚勝 (chwiseung) yang secara harfiah berarti 'mengumpulkan pemandangan indah'. Ketika lanskap dikonseptualisasikan oleh orang-orang dengan  形勝 (hyeongseung) dan dengan 聚勝 (chwiseong), maka hasilnya disebut 景 (gyeong).

Jadi, (gyeong) adalah lanskap konseptual yang dirasakan dan dipersepsikan, berpusat pada 樓亭 (nujeong). Adapun (gok) adalah pemandangan yang dinikmati, yang menghubungkan nujeong2 dan bergerak melalui aliran sungai berkelok-kelok.


Pemandangan Indah (sejauh mata memandang), sumber: Kim Sung-Kyun


Cara memandang dari 樓亭(Nujeong)

 

1.   形勝 (Hyeongseung)

Lingkungan nujeong bukan hanya alam tetapi lanskap yang dikonseptualisasikan. Orang2 Korea berpikir bahwa pemandangan yang indah tidak ada sejak awal, tapi diciptakan oleh manusia, yaitu dengan menentukan letak nujeong secara tepat agar nujeong dapat berfungsi mengintermediasi terciptanya pemandangan indah. Penciptaan ini disebut 形勝 (hyeongseung) 

Seorang sarjana terkenal di dinasti Joseon, Kim Seongil (1538~1593) mengatakan bahwa “Lahan tidak istimewa dengan sendirinya, menjadi istimewa adalah dengan hyeongseung, sebagaimana manusia tidak bernilai dengan sendirinya, menjadi bernilai adalah dengan bakat (yang terasah) dan kebajikannya.”

Alam menjadi indah dengan memberikan makna, menuliskan puisi tentangnya, dan membuat lukisannya.

Intermediasi menciptakan keindahan adalah fungsi nujeong. Seorang cendekiawan dinasti Joseon yang terkenal, Seo Geo-Jeong (1430~1488) mengatakan bahwa “manfaat sejati dari lanskap2 yang indah diakui dan dikenal dunia dengan nujeong2-nya.” Politisi awal Joseon, Ha Ryun (1347~1416) mengatakan bahwa “dengan membangun (menentukan letak) suatu nujeong, lanskap indah kawasan ini tercipta.”Lanskap mendapatkan nama dan maknanya dengan penambahan nujeong, dan menjadi 景 (gyeong), dan orang-orang dapat menikmatinya.

2.   聚勝 (Chwiseong)

Langkah pertama untuk menciptakan pemandangan yang indah adalah membangun atau menentukan letak suatu nujeong, kemudian mengumpulkan pemandangan indah ke dalam nujeong. Orang-orang dapat melihat pemandangan indah di sekitar nujeong, inilah 聚勝 (chwiseung) yang secara harfiah berarti 'mengumpulkan pemandangan yang indah.'

Chwiseung diperluas untuk mencerahkan orang-orang yang mendapatkan prinsip-prinsip yang konsisten dari semua pemandangan indah. Di nujeong orang melihat pemandangan, menemukan prinsip yang melekat, mengembangkan diri dan memperluasnya untuk mencerahkan orang2 lainnya.

3. 觀物窮理 (Gwanmul Gungri)

Lanskap yang diapresiasi dengan Chwiseung dikonsepkan melalui 觀物-窮理 (gwanmul-gungri), artinya mengamati lanskap dan merenungkan prinsipnya. Orang-orang melihat bentuk lanskap yang unik dan berkarakter melalui mata, ini disebut 觀物 (gwanmul), yaitu proses dari sensasi ke persepsi; dan orang-orang menghargai prinsip delegasi (pengutusan) yang melekat pada lanskap itu melalui pikiran, ini disebut 窮理 (gungri), yaitu proses dari persepsi menjadi konsepsi.

Ada catatan tambahan untuk proses gwanmul, dari dialog pribadiku dengan Prof. Kim Sung-Kyun. Sensasi penglihatan bisa juga muncul melalui penerimaan bunyi oleh telinga. Ketika seseorang memejamkan mata, namun mendengarkan gemericik air mengalir di sungai dan kicau burung2 di sekitarnya, maka dia juga dapat mempersepsikan pemandangan itu dalam pikiran, sebagai imajinasinya. Hal yang sama dapat terjadi pada mata, sensasi pendengaran, musik alam, bisa muncul melalui penerimaan visual oleh mata. Ketika seseorang menikmati suatu lukisan pemandangan alam, sungai yang berkelok-kelok dengan vegetasi dan bebatuan di tepi2nya, orang itu dapat mempersepsikan suara musik alam berupa gemericik air yang mengalir di sungai itu.

Menurut Ju Sebung (1495~1554), ada tiga tingkat menghargai alam (misalnya bulan), yaitu, tingkatan pertama, untuk menikmati pemandangan alam adalah bagaimana seorang sastrawan mengapresiasi keindahan bulan; tingkatan kedua, untuk menikmati makna bulan adalah bagaimana seorang mulia mengapresiasi keindahan bulan; dan tingkatan ketiga dan tertinggi, untuk memperbaiki (mempersiapkan) diri sendiri dan mencerahkan orang lain dengan mengetahui terbit dan terbenamnya bulan adalah bagaimana seorang suci (spiritual tinggi) mengapresiasi keindahan bulan.


景 (gyeong)

 

Ketika lanskap dikonseptualisasikan oleh orang-orang dengan 形勝 (hyeongseung) dan dengan 聚勝 (chwiseong), maka hasilnya disebut 景 (gyeong).

Jadi, (gyeong) adalah lanskap konseptual yang dirasakan dan dipersepsikan, berpusat pada 樓亭 (nujeong). Adapun (gok) adalah pemandangan lanskap yang dinikmati, menghubungkan nujeong2 dan bergerak melalui aliran sungai berkelok-kelok.


Wadah Gyeong

Wadah penulisan puisi untuk gyeong yang sering dipilih adalah palgyeong dan gugok. 八景 (palgyeong): delapan pemandangan indah (8, 10, 16, 32 ... gyeong); dan 九曲 (gugok) : sembilan lanskap sungai yang berkelok-kelok (9, 10, 18… gok). Untuk wadah dengan basis visualnya ada 別曙圖(beolseodo), semacam lukisan perspektif yang menggambarkan pemandangan di sekitar nujeong, yaitu nujeongwon. Basis visual ini juga berfungsi sebagai basis konseptual nujeongwon untuk menuliskan puisi.


九曲 (gugok), sumber Kim Sung-Kyun


Penamaan Gyeong

Ranah suatu nujeongwon ditentukan oleh penamaan gyeong. Nama itu sering tertulis di batu atau tembok.


Nama suatu Gyeong terpatri pada Batu, sumber: Kim Sung-Kyun


Wilayah suatu nujeongwon juga ditentukan dengan menulis puisi, dan menggambar lukisan dari lanskap bernama itu (Gyeong). Semua elemen lanskap ini membentuk nujeongwon.


Prinsip Estetika Gyeong

Dalam studi-nya tentang penerapan pung-su dan nujeongwon pada Desa Hahoe, untuk menemukan prinsip estetika dalam keindahan gyeong, Kim Sung-Kyun menggunakan "metode analisis struktural" (Lévi-Strauss 1963).

Setelah menyusun kembali unsur-unsur estetika yang muncul pada data relatif, cerita, bentuk, berbagai data etnografi, dan puisi tentang gyeong nujeongwon, unsur-unsur tersebut secara garis besarnya, berupa elemen ruang, suatu gyeong dapat dibagi menjadi: udara (atmosfer), tanah (gunung), air, dan manusia.

Elemen udara:

matahari, bulan, awan, langit, naungan pohon, asap, kabut, hujan, angin, burung, bebek liar, bangau, embun, dll.

Elemen tanah:

puncak gunung, celah, lembah, batu, tebing, gerbang batu, hutan, pinus, pir, persik, gingko, buluh, willow, bambu, bunga, teratai, lapangan, pasir, pulau, kuda, sapi dll.

Elemen air:

air lembah gunung, sungai kecil, genangan, kolam, rawa, air terjun, tiga sungai, ikan dll.

Elemen manusia:

desa, pintu masuk desa, paviliun, candi, pelabuhan, taman, orang, biksu, penebang kayu, suara lonceng, suara seruling, memancing, perahu, jembatan batu, lampu dll.

Elemen tanah dan elemen air bisa digabung menjadi elemen bumi.


Kombinasi dan Kontras

Keindahan lanskap berasal dari kombinasi elemen2 gyeong secara keseluruhan, bukan perbedaannya. (mis. pinus di atas batu, awan di gunung, dll.)

Elemen2 gabungan dikontraskan dengan diri mereka sendiri untuk tujuan estetika. (misalnya awan di gunung, bulan di atas gunung, dll.)


Pinus dengan Batu Cadas (Kontras Lembut-Keras), sumber: Kim Sung-Kyun

 

Waktu

Perubahan musim dan perjalanan waktu adalah elemen penting dalam estetika lanskap. 

Estetika nujeongwon diciptakan oleh kombinasi elemen udara/atmosfer, elemen tanah dan air, elemen manusia, dan elemen waktu. Dan, dengan demikian apresiasi keindahan lanskap menjadi empat dimensi.

Waktu secara spesifik dapat menambah keindahan suatu puisi, contoh:

Di pagi hari asap mengembun menjadi kabut di sekitar semua rumah.

Di malam hari ia bergabung dengan kabut gunung

Ia memudar di hujan musim semi.

Ia menyaring cahaya musim gugur yang menyilaukan..”

Atau, perubahan lanskap dari titik berdiri, contoh:

Matahari terbenam memancar di atas surim.

Salju baru di hutan pinus.

 

Kesimpulan:

Orang2 Korea telah menikmati alam itu sendiri dari nujeong pada nujeongwon  dan mengembangkan cara melihat lanskap untuk mendapatkan kenikmatan spiritual daripada menikmati artefak buatan manusia di taman seperti taman Cina dan Jepang.

Nujeongwon, di mana kita dapat memperoleh kebahagiaan spiritual tanpa mengeluarkan uang dan energi ekstra untuk menciptakan dan memelihara, adalah taman yang berkelanjutan eh lestari secara ekonomi.

Nujeongwon dapat melestarikan keseluruhan lanskap pemandangan yang ada secara ekologis melalui pengetahuan pung-su, sambil memberikan kenikmatan visual, simbolis, dan puitis kepada orang-orang.

Pembentukan nujeongwon menekankan komunitas dan hubungan antar anggota komunitas. Pendekatan seperti ini memiliki hubungan yang erat dengan kelestarian lingkungan, sosial, ekonomi dan estetika.

Nujeongwon2 telah berlangsung selaras dengan alam dan masyarakat selama lebih dari 1000 tahun. Ini menunjukkan bukti dengan sendirinya bahwa nujeongwon adalah lanskap yang lestari. Konsep nujeongwon memiliki arti yang sangat penting dalam hal kelestarian saat ini.

Taman Lansekap Korea, nujeongwon dapat menjadi alternatif desain lansekap masa depan yang lestari.


sumber2:

Kuliah2 Prof. Kim Sung-Kyun
Winding River Village, Poetics of a Korean Landsscape, oleh Prof. Kim Sung-Kyun
Diskusi2 Pribadi dengan Prof. Kim Sung-Kyun






#사랑해여보 ❤️

#bersambung ke: 

樓亭苑 dan “Sustainability” eh Kelestarian (ke-3)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar