Sabtu, 07 Agustus 2021

樓亭苑 dan “Sustainability” eh Kelestarian (ke-1)

Dalam terminologi konsep Barat, taman adalah area yang artifisial dan dibatasi atau dipagari untuk tujuan estetika dan praktis.

Berbeda dari terminologi Barat yang juga berlaku di hampir semua bagian dunia, taman tradisional Korea, 樓亭苑 (Nujeongwon) adalah ruang eksterior yang diorganisasikan secara visual dan konseptual sebagai suatu keseluruhan, berpusat mengelilingi (bangunan) nujeong. Definisi ini dicetuskan pertama kali oleh Prof. Kim Sung-Kyun, untuk membedakan taman tradisional Korea dari konsep Barat tentang taman.

Ada lebih 3000 樓亭苑 (nujeongwon) tersebar di seluruh Korea Selatan hingga sekarang ini. lestari selama lebih 1000 tahun.


 Choganjeong, sumber: Kim Sung-Kyun


Slogan Pembangunan berkelanjutan sering digaungkan dengan bahasa yang sedang mendominasi dunia sebagai “Sustainable Development". Slogan yang jadi isu utama sejak beberapa dekade terakhir di abad ke-20 ini, terbukti justru gagal, bumi semakin sakit. Ada paradoks yang sangat kental dalam frase tersebut. Walaupun dengan menyatukan tiga dasar dari slogan itu, sosial, ekonomi dan lingkungan hidup atau ekologi, namun pada prakteknya selalu penciptaan kapital uang yang paling diutamakan. Pembangunan adalah perubahan bentang alam dan/atau perubahan fungsi lahan serta kegiatan perdagangan global, itulah yang jadi opini publik. Jadi, di mana ada kegiatan membuka hutan (membabat atau membakar), penambangan, penggalian dan konstruksi yang menghadirkan alat2 berat, serta ramainya pelabuhan peti kemas, maka itulah pembangunan. Dan di setiap kegiatan pembangunan akan banyak tercipta kapital uang.

Pernah ada aturan bahwa setiap proyek pembangunan harus melalui tahap analisis mengenai dampak lingkungan, atau AMDAL. Namun sejak awal 1990-an mulai jadi sekadar formalitas, tidak sedikit dokumen AMDAL diurus setelah proyek berjalan atau bahkan sudah selesai. Dan sejak periode kedua pemerintahan Jokowi, AMDAL makin dikebiri dengan terbitnya Omnibus Law, hal ini demi menarik para investor dan melancarkan apa yang disebut sebagai pembangunan, lebh tepatnya pembangunan skala besar. Ini yang terjadi di Indonesia, mungkin hal ini juga mirip di beberapa negara berkembang.

Pembangunan skala besar juga pernah terjadi di Korea Selatan, yaitu setelah perang Korea (1950-1953). Pembangunan skala besar di Korea Selatan dimulai 1954 dan berakhir di awal 1990-an. Degradasi lingkungan mulai terjadi sejak invasi dan pendudukan Jepang di Korea, yaitu 1910. Pembangunan skala besar dengan bantuan Amerika justru memperparah degradasi lingkungan hidup. Kesejahteraan masyarakat timpang, sebagian bisa punya banyak uang, tapi kualitas hidupnya menurun, muncul kawasan2 kumuh kaum marginal. Polusi udara tinggi karena terjadi banyak kemacetan, padahal ada banyak jalan layang dan jalan raya yang lebar, tapi terlalu banyak mobil pribadi. Selain itu, pepohonan dan hutan berkurang, gunung2 dibanguni apartemen2, sungai2 dibeton sehingga tidak berfungsi secara alami, dan mengakibatkan seringnya terjadi banjir.

Padahal, Korea punya sejarah panjang tentang peradabannya. Dari salah satu museum yang pernah aku dan Sayangku kunjungi, aku tahu bahwa Korea sudah mengenal peradaban sejak beberapa milenium sebelum masehi. Bahkan, sistem pertaniannya dimulai sejak zaman prasejarah, yaitu zaman neolithik, tahun 8000 SM.


media peraga lini-masa di Museum, Korea, Februari 2019

Singkat cerita, kita melompat ke zaman Dinasti Joseon. Pada 1392, Dinasti Joseon memilih lokasi ibukota berdasarkan prinsip (풍수) (風水Pung-su, dengan tegas melarang penggalian, penebangan pohon dan pendirian bangunan dalam rangka melindungi pembuluh2 (aliran udara dan air) gunung Namsan dari dan ke pusat kota. Perintah larangannya dengan undang2.

Perang dunia I dan Perang Dunia II, berdampak pada wilayah Korea. Jepang menduduki wilayah Korea dari tahun 1910 hingga 1945. Kemerdekaan Nasional pada 15 Agustus 1945 disusul Perang Korea, yaitu mulai 1950 hingga 1953, akibatnya Korea terbagi dua, Korea Utara dan Korea Selatan. Pembangunan Korea Selatan didukung pihak Amerika. Di bawah pimpinan presiden pertama, berlanjut sebagai kedua dan ketiga, 이승만 (Yi Seungman) yang pro Amerika, Korea Selatan tumbuh sebagai negara demokrasi liberal kapitalis. Pembangunan infrastrukrur skala besar yang puncaknya pada 1985, terus berlanjut hingga 1990. Sepanjang kurun waktu inilah terjadi degradasi dan perusakan lingkungan hidup di Korea Selatan.

Bagusnya, energi Yin kembali mengambil posisi untuk pergerakannya. Korea Selatan dapat lekas menyadari kesalahannya. Sejak awal 1990-an, paradigma tentang “pembangunan” dan “keberlanjutan” berubah, atau tepatnya kembali ke pemahaman yang sebenarnya sesuai nilai-nilai kearifan lokal leluhur. Maka pembangunan diarahkan ke upaya-upaya merestorasi lingkungan hidup. Ekologi dan kualitas hidup masyarakat menjadi isu utama dalam pembangunan di Korea Selatan sejak awal 1990-an. Salah satu proyek restorasi yang sangat monumental adalah restorasi gunung Namsan yang berlokasi di Seoul, ibukota Korea Selatan.

Tidak mudah untuk mewujudkan perubahan radikal, diperlukan kampanye warga selama tiga tahun, sebelum akhirnya proyek restorasi Gunung Namsan mulai dilaksanakan. Ada dua bangunan apartemen besar dan lebih 60 bangunan rumah yang berdiri di badan gunung lebih 30 tahun dihancurkan dengan pengeboman. Kim Sung-Kyun memimpin pada proyek itu. Tim-nya mengorganisasi komite 100 perwakilan warga. Peristiwa itu sebesar peristiwa pada pengeboman jalan2 layang Kota Seoul pada proyek restorasi sungai Cheongyeocheon.

Penghancuran bangunan2 di Gunung Namsan, sumber: Kim Sung-Kyun


Yang namanya proyek restorasi lingkungan hidup memang butuh waktu untuk prosesnya. Proyek Taman Hutan Namsan sendiri berlangsung dari 1994 hingga 2009, dilanjutkan dengan beberapa proyek susulan, yaitu, pemulihan nilai sejarah melalui restorasi tembok2 benteng, pemulihan fitur2 geografis, peningkatan aksesibilitas ke Namsan, restorasi ekosistem, dan peningkatan kualitas pemandangan lanskap Namsan.


Lini-masa Gunung Namsan sebagai salah satu Nujeongwon, ikon Kota Seoul

Pada 11 Maret 2019, Prof. Kim Sung-Kyun mengunjungi Taman Hutan Namsan untuk bernolgaia, mengenang masa-masa memperjuangkan pengembalian kedaulatan gunung ini. Gunung Namsan dengan Menara Namsan ini, yang merupakan ikon Kota Seoul, adalah salah satu 樓亭苑  (nujeongwon), yaitu taman lanskap tradisional Korea, peninggalan Dinasti Joseon. 


sumber2:

Kuliah2 Prof. Kim Sung-Kyun
Winding River Village, Poetics of a Korean Landsscape, oleh Prof. Kim Sung-Kyun
Diskusi2 Pribadi dengan Prof. Kim Sung-Kyun





#사랑해여보 ❤️

#bersambung ke: 

樓亭苑 dan “Sustainability” eh Kelestarian (ke-2)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar